Tukang Ojek Didenda Rp 800 Juta karena Selinting Ganja, Jaksa Langgar HAM!

Tukang Ojek Didenda Rp 800 Juta karena Selinting Ganja, Jaksa Langgar HAM!

- detikNews
Jumat, 16 Mei 2014 14:03 WIB
ilustrasi (dok.detikcom)
Jakarta - Jaksa hanya mengajukan dakwaan tunggal kepada tukang ojek yang memakai selinting ganja, Yasin (24). Hal ini dinilai hakim agung Prof Dr Surya Jaya sebagai pelanggaran HAM.

Kasus bermula saat polisi menangkap tukang ojek yang biasa mangkal di Jatibening, Bekasi, itu pada 12 Maret 2012 sore. Saat ditangkap di Jalan Cempaka, polisi menemukan selinting ganja di tangan kanan Yasin. Atas hal ini, polisi lalu mengajukan Yasin ke pengadilan.

Kepada majelis hakim, jaksa hanya mengajukan dakwaan tunggal kepada Yasin, yaitu melanggar pasal 111 ayat 1 UU Narkotika yang berbunyi:

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800 juta dan paling banyak Rp 8 miliar.

Pada 25 Juli 2012, jaksa menuntut Yasin dijatuhi hukuman 5 tahun penjara. Atas tuntutan ini, pada 8 Agustus 2012 Pengadilan Negeri (PN) Bekasi menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dengan denda Rp 800 juta. Apabila tidak mau membayar denda maka diganti 2 bulan penjara.

Sebulan setelahnya, vonis ini dikurangi menjadi 2,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Atas hal itu, jaksa lalu kasasi karena lamanya hukuman yang dijatuhkan jauh di bawah yang dituntut.

Nah, di tingkat kasasi inilah Surya Jaya mengungkap pelanggaran HAM yang dilakukan jaksa. Menurut Surya, penggunaan dakwaan tunggal pasal 111 ayat 1 UU Narkotika tidak tepat.

"Pasal tersebut digunakan untuk maksud dan tujuan dalam rangka peredaran gelap narkotika. Misalnya kepemilikan atau menguasai narkotika untuk penyediaan distribusi, dijualbelikan dan diperdagangkan dan sebagainya secara melawan hukum atau melawan hak," kata Surya seperti dilansir website Mahkamah Agung (MA), Jumat (16/5/2014).

Menurut hakim agung yang membebaskan Antasari Azhar itu, kriteria menentukan kepemilikan untuk tujuan digunakan adalah dengan mempertimbangkan jumlah narkotikanya. Dalam batas yang diterima secara akal sehat kepemilikan satu barang rokok yang berisi daun ganja dapat menjadi ukuran hendak menggunakan atau memakainya.

Namun jaksa tidak mendakwakan menggunakan pasal 127 UU Narkotika. Padahal pada kenyataannya, pelaku adalah pemakai narkotika. Pasal 127 ayat 1 UU Narkotika mmenyatakan 'setiap penyalah guna narkotika golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun'.

"Upaya semacam itu tentu saja memaksa hakim untuk menerapkan dakwaan tunggal yang tidak sesuai dengan fakta hukum sebenarnya yang terungkap di persidangan. Proses semacam itu tentu akan menimbulkan pelanggaran hukum dan HAM serta ketidakadilan bagi terdakwa," papar hakim agung yang memenjarakan koruptor BNI Adrian Woworuntu hingga mati ini.

Atas pertimbangan itu, guru besar Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar itu menilai Yasin harusnya dikenakan pasal 127 ayat 1, bukan pasal 111 ayat 1 UU Narkotika dan Yasin layak dihukum 2 tahun penjara. Jika dengan pasal 127 ayat 1, maka Yasin juga tidak perlu membayar denda Rp 800 juta.

Namun pendapat Surya Jaya kalah suara. Dua hakim agung lainnya, Dr Artidjo Alkostar dan Sri Murwahyuni menolak kasasi jaksa. Alhasil, Yasin harus hidup di bui selama 2,5 tahun dengan membayar denda Rp 800 juta.

"Judex facti tidak salah menerapkan hukum," putus majelis pada 10 Januari 2013.

(asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads