Menengok Desa Wisata Paniis di Pinggir Taman Nasional Ujung Kulon

Menengok Desa Wisata Paniis di Pinggir Taman Nasional Ujung Kulon

- detikNews
Sabtu, 10 Mei 2014 12:33 WIB
Jakarta - Berbicara mengenai Taman Nasional Ujung Kulon tentu tak terlepas dari potensi wisata yang ada di sekelilingnya. Beberapa pulau seperti Pulau Peucang dan Pulau Panaitan yang berada di bagian barat Ujung Kulon juga diketahui menyimpan potensi wisata laut yang masih alami dan belum terjamah tangan manusia.

Namun, potensi wisata yang ada di wilayah Provinsi Banten ini tak hanya sebatas potensi biota laut. Sebuah desa yang berada di kawasan paling ujung Kabupaten Pandeglang, menyimpan sebuah potensi wisata yang tak kalah menariknya dari keindahan laut di Pantai Carita atau Tanjung Lesung.

Daerah tersebut bernama Kampung Paniis, Desa Taman Jaya yang terletak di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang. Secara geografis, desa ini merupakan daerah kecil yang terletak di ujung pulau Jawa dan berbatasan langsung dengan Taman Nasional Ujung Kulon.

Detikcom dan serta rombongan media dan World Wide Fund (WWF), berkesempatan mengunjungi Kampung Paniis, (8/5/2014). Begitu menginjakkan kaki disana, pemandangan yang terlihat sangat khas dengan suasana perkampungan pesisir pantai dimana jarak antara kampung dan desa pun tak begitu jauh.

Jumlah warga di Kampung ini hanya 200 KK dan mata pencaharian utama mereka adalah bertani. Sebagai masyarakat agraris, mereka rupanya memiliki tradisi unik yang dilakukan pada musim panen tiba, yakni menggelar seni budaya tari Rengkong atau pesta Rengkong.

Menurut Hendra, salah satu warga sekitar, tarian ini pertama kali dipentaskan pada tahun 1964 dan di adakan untuk menyambut pesta panen. Rengkong sendiri adalah alat yang terbuat dari bambu dengan panjang sekitar 1,5 meter.

Kedua ujung bambu diberi beban berupa karung berisi pasir serta dihias dengan kertas berwarna-warni. Nah, saat bambu mulai dipikul dan digoyang-goyangkan, maka terciptalah bunyi-bunyian unik yang menjadi salah satu ciri khas tarian tersebut.

Tarian ini dipentaskan oleh sekitar 20 orang penari yang terdiri dari ibu-ibu dan pria dewasa. Di tengah-tengah Rengkong yang dipikul, sekitar 10 orang ibu-ibu berbaris membawa alu (alat penumbuk padi) sambil memukul-mukul lesung (tempat menumbuk padi) secara berirama sehingga terjadi harmonisasi dengan bunyi Rengkong yang digoyang ke kiri dan kanan.

Sambil menari, seorang Ibu-ibu menyanyikan lagu berbahasa Sunda melalui pengeras suara, sehingga menambah suasana sakral prosesi ini. Selain itu 3 orang Ibu-ibu lainnya menari mengikuti irama sambil berputar mengelilingi para penumbuk padi.

"Tarian ini biasanya dilakukan 30 menit. Buat yang ingin menari bisa ikut serta," tambah Hendra.

Sambil menyaksikan tarian, kami juga disuguhi proses pembuatan patung dan ukiran badak Jawa oleh komunitas Paniis Lestari (Panles). Sekitar 6 orang warga mempraktekkan pembuatan patung badak yang diukir sedemikian rupa sehingga terlihat cantik.

"Ini salah satu potensi eco wisata yang ingin kami kembangkan selain potensi wisata laut dan tarian Rengkong khas masyarakat Paniis," papar Suhendra, ketua komunitas Paniis Lestari.

Sayang, tarian dan workshop mengukir patung badak tersebut tak dapat disaksikan secara menyeluruh karena cuaca yang tidak bersahabat. Namun pesta Rengkong milik masyarakat Kampung Paniis tetap segar di ingatan sebagai kawasan yang memiliki potensi eco wisata yang harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah.

(rni/ndr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads