Jejak Hubungan SBY-Mega di Masa Lalu

Jejak Hubungan SBY-Mega di Masa Lalu

- detikNews
Kamis, 08 Mei 2014 15:50 WIB
Jakarta - Muncul ungkapan 'lebih mudah mengecat awan ketimbang mempersatukan SBY-Mega'. Sebenarnya seperti apa jejak hubungan Ketum PD dan PDIP itu di masa lalu?

Dalam politik memang ada istilah tak ada kawan dan lawan yang abadi. Namun agaknya hal ini belum berlaku pada hubungan SBY-Mega. Meski SBY sudah mengulurkan tangan untuk berkomunikasi namun Mega seperti masih bergeming, belum mau menanggapi. Padahal Mega-SBY pernah berhubungan cukup baik di masa lalu.

Benih-benih konflik Mega-SBY bermula pada tahun 2003, saat itu muncul isu SBY akan maju sebagai capres. Tepatnya pada akhir 2003 beredar isu Menko Polkam SBY akan maju dalam Pilpres 2004. SBY sering muncul dalam iklan di TV untuk sosialisasi pemilu. Kubu Mega mencium aroma manuver politik SBY semakin jelas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Manuver politik terus berlanjut sampai kemudian pada 1 Maret 2004, Sesmenko Polkam Sudi Silalahi menyatakan, SBY merasa dikucilkan oleh Presiden Megawati. Kala itu SBY mulai tidak dilibatkan dalam pembahasan tentang Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kampanye Pejabat Tinggi Negara. Istana menjawab, saat itu SBY ada di Beijing.

Perang kedua kubu pun dimulai. Taufiq Kiemas menyebut SBY 'jenderal kok kayak anak kecil'. Sebutan dari Taufiq Kiemas ini berbuntut panjang. Pada 9 Maret 2004 SBY mengirim surat pada Megawati, isinya berkonsultasi tentang tugasnya sebagai Menko Polkam. Mega tak membalasnya.

Akhirnya pada 11 Maret 2004 SBY mengirim surat pada Megawati, mengundurkan diri sebagai Menko Polkam. SBY kemudian tancap gas membangun Partai Demokrat. Hingga pada 13 Maret 2004 SBY memulai berkampanye di Banyuwangi untuk Partai Demokrat.

Di Pilpres 2004 SBY berduet dengan Jusuf Kalla sementara Mega berduet dengan Hamzah Haz. Memasuki masa kampanye Pilpres hubungan Mega-SBY semakin jauh. Pada 16 September 2004, saat debat capres di televisi, Mega berpesan kepada panitia bahwa tidak ada acara jabat tangan antar sesama capres.

Namun akhirnya Mega harus mengakui kekalahan atas SBY di putaran dua Pilpres. Pada 5 Oktober 2004 tepat pada Hari TNI ke-59, Presiden Megawati berpesan agar semua pihak legowo menerima hasil pilpres, sembari menitikkan air mata.

Saat itu KPU telah mengumumkan bahwa pemenang pilpres adalah SBY. SBY hadir dalam HUT TNI itu dan menjadi 'bintang lapangan'. Tempat duduk SBY dan Mega diatur sedemikian rupa sehingga keduanya tidak berjumpa.

Pada 20 Oktober 2004 SBY membacakan sumpah presiden. Mega yang diundang menolak datang dengan alasan agar khusyu mendoakan acara SBY itu berjalan lancar. Faktanya, Mega memilih berkebun dan membaca buku di rumahnya di Kebagusan, Jaksel.

20 Oktober 2004 sore: Mega mengundang warga sekitar dan kader PDIP untuk buka puasa di Kebagusan. "Saya katakan, kita bukan kalah (dalam pemilu), tapi kurang suara. Jangan merasa kita kalah, kita hanya kekurangan suara!" pidato Mega kala itu. Saat Mega bertanya apakah kader PDIP siap merebut kembali "kursi" yang lepas itu, hadirin menjawab,"Siaaap!"

Namun ternyata fakta berkata lain. Pada Pilpres 2009 Mega harus mengakui kekalahan atas SBY lebih cepat. Mega yang berduet dengan Prabowo Subianto tumbang hanya dalam satu putaran. SBY menang telak lebih dari 60 persen.

Setelah itu PDIP kembali berada di posisi oposisi. Namun, hubungan personal SBY dan Taufiq Kiemas setelah Pilpres 2009 perlahan-lahan semakin membaik. Bahkan Taufiq Kiemas didukung SBY menduduki kursi Ketua MPR. Sejak saat itu SBY dan Taufiq Kiemas kerap menjalin komunikasi.

Taufiq Kiemas kerap membawa putrinya, Puan Maharani, menemui SBY di Istana Negara. Banyak yang mengatakan Taufiq Kiemas sedang menitipkan anak kesayangannya ke SBY sekaligus mencoba menengahi benang kusut komunikasi SBY-Mega. Bahkan Taufiq tak segan beberapa kali bilang PD dan PDIP bisa berkoalisi di Pilpres 2014.

Namun Mega beberapa kali tetap tak menghadiri peringatan HUT RI di Istana Negara. Mega kerap memilih menggelar upacara di DPP PDIP di Lenteng Agung atau di Kebagusan, Jakarta Selatan. Di sejumlah acara kenegaraaan Mega juga tak hadir. Namun Mega sempat hadir saat SBY mengajaknya makan malam bersama Presiden AS Barack Obama yang sedang berkunjung ke Indonesia.

Kini setelah Taufiq Kiemas tiada, hubungan Mega-SBY jarang terdengar gaungnya. Sampai kemudian secara mengagetkan SBY berbicara melalui Youtube pada akhir April dan awal Mei 2014 bahwa dirinya ingin menjalin komunikasi dengan Megawati. Namun pernyataan ini tak direspons oleh Mega, sejumlah elite PDIP juga terkesan dingin menanggapi hal ini.

Namun SBY tak menyerah begitu saja. SBY kembali melempar pernyataan soal penolakan terhadap capres yang berjanji muluk-muluk menasionalisasi aset dan kembali ke UUD 1945. Soal nasionalisasi aset ini cukup sensitif untuk Mega. Banyak pihak melihat SBY sedang mencoba menjaga dan menyenangkan hati Mega.

Lalu apakah sikap kenegarawanan SBY untuk mengalah ini bakal mengakhiri jejak panjang 'perang dingin' dengan Mega?




(van/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads