Menurut dokumen 'Tugu Nasional: Laporan Pembangunan' yang diterbitkan 17 Agustus 1978, dilansir dari situs pustaka.pu.go.id, terungkap ada perencanaan 4 monumen perjuangan di tiap pintu masuk Monas. 4 Monumen yang direncakan itu yakni:
Sebelah Timur Laut: Patung perebutan kekuasaan bumi pertiwi dari tangan Jepang
Sebelah Tenggara: Patung peristiwa 10 November 1945 (Hari Pahlawan)
Sebelah Barat Daya: Kelompok patung pembentukan TNI
Sebelah Barat Laut: Patung kebulatan NKRI.
Dalam dokumen itu pula diakui bahwa pembangunan keempat patung itu masih dalam proses dan studi, sehingga saat itu patung dibuat dari kayu-kayu bekas. Karena cuaca alam hujan dan panas, maka kayu-kayu itu lapuk sebelum ada ketentuan selanjutnya.
Hingga pergantian rezim, dari Soekarno ke Soeharto, pendirian patung itu belum terlaksana. Dan hingga kini, diketahui ada 5 monumen/patung perjuangan dan 4 di antaranya pahlawan.
|
1. Patung Pangeran Diponegoro
|
Pitto mengutarakan keinginannya itu kepada Duta Besar Indonesia untuk Italia saat itu, Teuku Mohamad Hadi Tayeb tahun 1963. Hadi Tayeb mengusulkan untuk membuat patung dari pahlawan Indonesia., dipilihlah Pangeran Diponegoro. Pitto menunjuk pemahat patung dari Italia, Prof Cobertaldo, yang didatangkan ke Indonesia untuk mempelajari lukisan hingga sejarah Diponegoro.
Patung itu dibuat dari perunggu dengan dasar beton. Awalnya, patung ini direncanakan dilapis marmer, namun tak kesampaian. Patung itu akhirnya selesai dan dipasang atas arahan sang seniman, Cobertaldo, pada Juli 1965 dengan maksud untuk diresmikan 17 Agustus 1965, saat kemerdekaan oleh Presiden Sukarno. Kemudian, karena kondisi politik tidak menentu dan tidak kondusif, rencana itu batal.
Hingga kini, patung Pangeran Diponegoro yang menunggang kuda itu tak pernah diresmikan. Pitto, sang penderma, tak pernah melihat posisi patung yang dihibahkannya hingga meninggal karena penyakit tahun 1968.
1. Patung Pangeran Diponegoro
|
Pitto mengutarakan keinginannya itu kepada Duta Besar Indonesia untuk Italia saat itu, Teuku Mohamad Hadi Tayeb tahun 1963. Hadi Tayeb mengusulkan untuk membuat patung dari pahlawan Indonesia., dipilihlah Pangeran Diponegoro. Pitto menunjuk pemahat patung dari Italia, Prof Cobertaldo, yang didatangkan ke Indonesia untuk mempelajari lukisan hingga sejarah Diponegoro.
Patung itu dibuat dari perunggu dengan dasar beton. Awalnya, patung ini direncanakan dilapis marmer, namun tak kesampaian. Patung itu akhirnya selesai dan dipasang atas arahan sang seniman, Cobertaldo, pada Juli 1965 dengan maksud untuk diresmikan 17 Agustus 1965, saat kemerdekaan oleh Presiden Sukarno. Kemudian, karena kondisi politik tidak menentu dan tidak kondusif, rencana itu batal.
Hingga kini, patung Pangeran Diponegoro yang menunggang kuda itu tak pernah diresmikan. Pitto, sang penderma, tak pernah melihat posisi patung yang dihibahkannya hingga meninggal karena penyakit tahun 1968.
2. Patung MH Thamrin
|
MH Thamrin adalah tokoh pembaharuan politik di Indonesia. Lahir dari keluarga berada, ayahnya bernama Tabri Thamrin yang keturunan Belanda sedangkan ibunya bernama Nurchomah, orang Betawi.
Ia diangkat menjadi anggota dewan Gemeenterad (Dewan Kota Batavia). Tahun 1920, MH Thamrin mendirikan 'Perkumpulan Anak Betawi' untuk memperbaiki nasib warga level bawah. Tujuh tahun berselang ia berturut-turut memegang jabatan loco Burgomeester II (Wakil Walikota II) dan kemudian memegang jabatan loco Burgomeester I, jabatan yang sangat tinggi waktu itu. Hingga jabatan yang lebih tinggi lagi MH Thamrin menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat). Pria kelahiran 16 Februari 1894 itu, biasa dipanggil Mat Seni. Ia dikenal mudah akrab dan mau bergaul dengan siapapun.
Thamrin bekerja sepenuh hati di Gemeenterad (Dewan Kota Batavia) dan Volksraad (Dewan Rakyat). Ia memperjuangkan kemerdekaan dengan cara menjadi penghubung antara pemerintah Soekarno dengan kelompok-kelompok nonkooperatif menjadi satu kesatuan.
Sebagai orang pemerintah, MH Thamrin lebih banyak berbicara mengenai hal-hal mikro, seperti masalah banjir atau kampung yang becek. Pria yang lahir di Sawah Besar itu sempat memprotes kenapa pembangunan kampung kumuh diabaikan sementara perumahan elit di Menteng didahulukan. Selain itu, MH Thamrin juga fokus untuk mengurus harga-harga seperti beras, gula, kedelai, karet, dan lainnya.
Semasa hidup, Thamrin menikah sebanyak dua kali. Hingga ia meninggal, tak ada istri yang memberinya keturunan. Kini jasad MH Thamrin terbaring tenang di TPU Karet Bivak.
2. Patung MH Thamrin
|
MH Thamrin adalah tokoh pembaharuan politik di Indonesia. Lahir dari keluarga berada, ayahnya bernama Tabri Thamrin yang keturunan Belanda sedangkan ibunya bernama Nurchomah, orang Betawi.
Ia diangkat menjadi anggota dewan Gemeenterad (Dewan Kota Batavia). Tahun 1920, MH Thamrin mendirikan 'Perkumpulan Anak Betawi' untuk memperbaiki nasib warga level bawah. Tujuh tahun berselang ia berturut-turut memegang jabatan loco Burgomeester II (Wakil Walikota II) dan kemudian memegang jabatan loco Burgomeester I, jabatan yang sangat tinggi waktu itu. Hingga jabatan yang lebih tinggi lagi MH Thamrin menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat). Pria kelahiran 16 Februari 1894 itu, biasa dipanggil Mat Seni. Ia dikenal mudah akrab dan mau bergaul dengan siapapun.
Thamrin bekerja sepenuh hati di Gemeenterad (Dewan Kota Batavia) dan Volksraad (Dewan Rakyat). Ia memperjuangkan kemerdekaan dengan cara menjadi penghubung antara pemerintah Soekarno dengan kelompok-kelompok nonkooperatif menjadi satu kesatuan.
Sebagai orang pemerintah, MH Thamrin lebih banyak berbicara mengenai hal-hal mikro, seperti masalah banjir atau kampung yang becek. Pria yang lahir di Sawah Besar itu sempat memprotes kenapa pembangunan kampung kumuh diabaikan sementara perumahan elit di Menteng didahulukan. Selain itu, MH Thamrin juga fokus untuk mengurus harga-harga seperti beras, gula, kedelai, karet, dan lainnya.
Semasa hidup, Thamrin menikah sebanyak dua kali. Hingga ia meninggal, tak ada istri yang memberinya keturunan. Kini jasad MH Thamrin terbaring tenang di TPU Karet Bivak.
3. Patung Ikada
|
Rapat tetap berjalan, sekalipun tentara Jepang yang masih ada di Indonesia telah menjaga Lapangan Ikada dengan senjata lengkap. Lapangan Ikada kini menjadi Lapangan Monumen Nasional dimana Monas berdiri tegak. Patung Ikada ada di sisi selatan Monas.
3. Patung Ikada
|
Rapat tetap berjalan, sekalipun tentara Jepang yang masih ada di Indonesia telah menjaga Lapangan Ikada dengan senjata lengkap. Lapangan Ikada kini menjadi Lapangan Monumen Nasional dimana Monas berdiri tegak. Patung Ikada ada di sisi selatan Monas.
4. Patung Chairil Anwar
|
Patung ini dibuat seniman patung Arsono Daro Studio (Arsono Studio Patung/Arstupa) dan pengecoran perunggu dilakukan di Yogyakarta oleh seniman patung Gardono. Patung ini diresmikan Gubernur DKI R Soeprapto pada 21 Maret 1968. Di dudukan patung selain terpampang nama Chairil Anwar juga dua sajaknya yang terkenal 'Karawang-Bekasi' serta 'Diponegoro'.
4. Patung Chairil Anwar
|
Patung ini dibuat seniman patung Arsono Daro Studio (Arsono Studio Patung/Arstupa) dan pengecoran perunggu dilakukan di Yogyakarta oleh seniman patung Gardono. Patung ini diresmikan Gubernur DKI R Soeprapto pada 21 Maret 1968. Di dudukan patung selain terpampang nama Chairil Anwar juga dua sajaknya yang terkenal 'Karawang-Bekasi' serta 'Diponegoro'.
5. Patung RA Kartini
|
Patung tersebut menggambarkan 3 pose Kartini yang berbeda: sedang berjalan, menyusui, dan menari. Patung ini adalah pemberian dari Jepang sebagai lambang persahabatan untuk Indonesia. Upacara peletakan Patung Kartini digelar pada 20 Desember 2005 oleh Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Yutaka Himura kepada Gubernur Jakarta Sutiyoso.
Patung yang terbuat dari tembaga itu berdiri di lahan seluas 7x48 meter persegi, dengan tatakan patung berukuran 7x3,25 meter persegi. Patung Kartini pertama setinggi 1,40 meter, sementara yang kedua setinggi 1,37 meter. Salah satu alasan patung tersebut ditaruh di sisi timur Monas adalah, karena kawasan tersebut dikunjungi banyak warga dan wisatawan.
Kalau Anda tak punya waktu untuk mengunjungi museum dan beberapa peninggalan Kartini lainnya di Jepara, datanglah ke sisi timur lapangan Monas.
5. Patung RA Kartini
|
Patung tersebut menggambarkan 3 pose Kartini yang berbeda: sedang berjalan, menyusui, dan menari. Patung ini adalah pemberian dari Jepang sebagai lambang persahabatan untuk Indonesia. Upacara peletakan Patung Kartini digelar pada 20 Desember 2005 oleh Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Yutaka Himura kepada Gubernur Jakarta Sutiyoso.
Patung yang terbuat dari tembaga itu berdiri di lahan seluas 7x48 meter persegi, dengan tatakan patung berukuran 7x3,25 meter persegi. Patung Kartini pertama setinggi 1,40 meter, sementara yang kedua setinggi 1,37 meter. Salah satu alasan patung tersebut ditaruh di sisi timur Monas adalah, karena kawasan tersebut dikunjungi banyak warga dan wisatawan.
Kalau Anda tak punya waktu untuk mengunjungi museum dan beberapa peninggalan Kartini lainnya di Jepara, datanglah ke sisi timur lapangan Monas.
Halaman 10 dari 12
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini