Pasca Islah, PPP Masih Terbelah?

Pasca Islah, PPP Masih Terbelah?

- detikNews
Kamis, 01 Mei 2014 11:52 WIB
Jakarta - Dua kubu yang saling berseberangan di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) telah bersepakat islah pada Rabu (23/4) lalu. Konflik yang mendera partai Islam ini awalnya dipicu sikap politik Ketua Umumnya, Suryadharma Ali yang sepihak mendukung Prabowo Subianto sementara rapimnas sebagai forum tertinggi partai memutuskan arah koalisi belum digelar.

Namun setelah islah tercapai, kedua kubu bersepakat menunda dukung-mendukung capres hingga diputuskan melalui rapimnas setelah KPU mengumumkan hasil pemilihan legislatif. Mukernas yang digelar sebagai ajang islah lalu memutuskan membentuk tim yang terdiri dari sembilan orang. Mereka mendapat mandat mukernas untuk melakukan penjajakan koalisi dengan parpol dan bakal capres lain.

Sekjen PPP Romahurmuziy menyebutkan, pasca islah partainya berada di kilometer nol untuk melakukan ketertinggalan komunikasi politik dengan partai dan capres lain. Sejak islah itu lah, tim sembilan bergerak melakukan penjajakan koalisi baik melalui pertemuan darat, maupun komunikasi udara.

Beberapa anggota tim sembilan lalu bergerilya menemui parpol dan capres-capres. Pada Senin (28/4), serentak utusan tim sembilan menemui mitra koalisi masing-masing. Waketum Suharso Monoarfa yang ditemani Hamzah Haz menemui Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Waketum Emron Pangkapi menemui Ketum yang juga capres Golkar Aburizal Bakrie (Ical), sementara Ketum Suryadharma Ali menemui Ketua Dewan Pembina yang juga capres Gerindra Prabowo Subianto.

Sepintas, tak ada yang aneh dalam penjajakan koalisi yang dilakukan masing-masing utusan tim sembilan. Pertemuan Suharso-Hamzah dengan Mega, dan Emron dengan Ical dilakukan terbuka dan terang-terangan. Namun pertemuan Suryadharma dengan Prabowo dilakukan tertutup tanpa diketahui lokasinya.

Menariknya, usai pertemuan diam-diam itu, Suryadharma secara terang-terangan masih mendukung pencapresan Prabowo Subianto meski partainya telah menganulir dukungan itu sebelum ada keputusan rapimnas. Suryadharma bahkan mengklaim mayoritas suara internal partainya, termasuk suara arus bawah cenderung mendukung Prabowo.

"Saya tetap (dukung) Prabowo, tetap Prabowo, kan itu hasil istikharah," kata Suryadharma saat ditemui di sela acara Musrembangnas di Gedung Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (30/4).

Suryadharma tak peduli dengan para petinggi PPP yang masih menjajaki partai lain. Baginya, dukungan untuk Prabowo adalah harga mati.

"Saya dukung Pak Prabowo tanpa syarat, non transaksional. Saya tidak minta cawapres atau menteri atau apa pun. Ini semata sebagai bentuk pengabdian masyarakat bagi bangsa dan negara," tegas Suryadharma yang juga menjabat sebagai menteri agama itu.

Suryadharma mengulangi pernyataan dukungannya itu pada kesempatan yang sama.

"Ya memang dalam beberapa hari ini terlihat muncul banyak kemauan dari petinggi PPP, ada yang ke Pak Prabowo, Pak Jokowi, Megawati, Aburizal Bakrie, mungkin juga ke Pak SBY. Saya selaku ketua umum masih istiqomah ke Pak Prabowo," tukasnya lagi.

Pernyataan dan sikap politik Suryadharma ini tentu memancing tanda tanya. Pasalnya, utusan tim sembilan lainnya yang menemui capres dan partai lain juga sama-sama memberikan pernyataan yang vulgar soal dukungan politik.

"Kita akan membangun komunikasi, ngobrol dengan Pak Ical semakin bertemu semakin akrab," kata Emron saat akan bertemu Ical, Senin (28/4) lalu.

"Ada peluang untuk itu (koalisi PPP-PDIP). Berdasarkan Mukernas di Bandung, partai yang pertama kali mengusulkan Jokowi menjadi capres itu PPP," kata Suharso usai bertemu Mega dan Puan Maharani pada hari yang sama.

Usai pertemuan tersebut, Ketua Bapilu PDIP Puan Maharani juga membuka peluang koalisi PPP dan PDIP mengusung Jokowi. "Kami perlu menerima penjelasan itu, bukan tidak mungkin PDIP membuka pintu komunikasi politik dengan PPP. Ini bukan pertemuan pertama tapi akan jadi pengikat pintu kerja sama ke depannya nanti," kata Puan.

Apakah hal tersebut menunjukkan riak-riak perpecahan di tubuh PPP masih kental?

"Tidak ada apa-apa. (Pernyataan-pernyantaan) Itu biasa-biasa saja. Setiap pemimpin punya gaya sendiri. Pak SDA kan ketum memiliki kecenderungan pribadi itu wajar, bedanya dengan yang lain diungkapkan atau tidak," bela Romi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (1/5/2014).

Suara kader senior PPP Mudrick SM Sangidoe mungkin bisa menjadi perhatian. Dia mengingatkan para elit partainya yang masih jalan sendiri-sendiri pasca islah. Menurutnya β€Žhal itu sangat memalukan. Dia juga mengingatkan partai lain agar tidak terlalu serius menanggapi ajakan koalisi dengan para elit PPP tanpa suara bulat dari seluruh pimpinan, sesepuh partai dan mendengarkan aspirasi bawah.

"Kader, konstituen dan simpatisan di bawah ini benar-benar gelisah dan bingung. Katanya sudah ada islah dan ketua umum didudukkan lagi pada posisinya semula. Tapi ini masing-masing elite masih jalan sendiri-sendiri atau jalan-jalan sendiri mendekati capres selera masing-masing. Itu sangat memalukan," ujar Mudrick kepada wartawan di Solo kemarin.

(rmd/trq)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads