Jakarta - Departemen Perdagangan Amerika Serikat melaporkan 50 persen korupsi dalam bisnis terjadi pada perdagangan senjata. Sementara Indeks Persepsi Penyuapan(Bribey Perception Index) yang dikeluarkan Transparency International 2002 menunjukkan, perusahaan di sektor senjata dan pertahanan berada di peringkat kedua untuk sektor yang paling banyak terjadi penyuapan.Bagaimana di Indonesia? Di republik ini, korupsi dalam pembelian senjata tidak hanya terjadi pada era Soeharto saja. Misalnya, pada akhir pemerintahan Gus Dur terungkap dugaan mark up dalam pembelian senapan mesin AK-47 untuk Brimob. Juga soal kontroversi pembelian Sukhoi dan helikopter MI-17 dari Rusia.Praktek korupsi itu memang tidak terjadi begitu saja. Banyak hal yang terkait dengan soal ini. Mulai dari sifat perdagangan senjata yang rahasia sampai kelakuan broker (perantara) yang membuat harga barang yang dijual membumbung tinggi.Pembelian senjata, terutama senjata berat, seringkali dirahasiakan. Hal ini membuat desakan agar akuntabilitas publik dan transparansi dalam perdagangan senjata menjadi bukan hal yang mudah dilakukan.Di sisi konsumen selalu ada kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan militernya, terutama negara-negara yang merasa terancam keamanananya. Jadi berapa pun harga yang ditawarkan pasti akan dibayar.Salah satu mata rantai dalam perdagangan senjata adalah broker. Dalam kasus pembelian tank Scorpion, yang terlibat tidak hanya Alvis dan TNI, tapi juga sejumlah broker.TNI membeli tank dari Alvis melalui PT Surya Kepanjen. Untuk memuluskan proses pembelian itu, PT Surya Kepanjen kemudian menggandeng Tutut lewat perusahaan Global Select dan Bascue. Pada gilirannya, semua pihak harus mendapat bagian uang dari total nilai pembelian senjata tersebut.Dalam kasus pembelian tank Scorpion, dokumen kesaksian eksekutif Alvis, Nick Prest, menyatakan pihaknya telah menyetor 16,5 juta pound sterling kepada Siti Hardiyanti Rukmana alias Mbak Tutut. Dana itu merupakan uang pelicin agar penjualan 100 unit tank Scorpion berjalan mulus.Banyaknya setoran yang harus dikeluarkan oleh Alvis ini membuat harga tank Scorpion melambung tinggi. Untuk 1 unit tank Scorpion, pemerintah Indonesia harus membayar US$ 2,5 juta. Padahal pada tahun yang sama, Singapura membeli hanya dengan harga US$ 1 juta. Sebuah selisih harga yang sangat luar biasa."Ini yang membuat harga tank Scorpion akhirnya menjadi mahal," kata Danang Widoyoko, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW).Soal broker, perantara, konsultan, rekanan atau apapun namanya, pemerintah punya pandangan sendiri. Keberadaan mereka diperlukan karena keterbatasan akses pemerintah ke pihak produsen. Misalnya soal harga barang, produsen kerap tidak mau memberitahu secara langsung."Sulitnya, kalau kita langsung tanya ke sana (produsen). Mereka bilang dan hanya mengatakan harga itu ada pada agen kami. Jadi kadang-kadang, harga itu sementara melalui rekanan," ujar Dirjen Sarana Pertahanan (Ranahan) Dephan Mayjen TNI (purn) Aqlani Maza.Hal lain yang juga menjadi sumber masalah adalah berbagai peraturan yang memayungi sektor ini. Bukan tidak mungkin peraturan yang ada justru menyuburkan praktek korupsi di Indonesia.Tengok saja Keputusan Panglima TNI No.Skep/724/X/1995. Dalam peraturan ini, yakni pada angka 37 disebutkan,
untuk menjaga kerahasiaan pada dasarnya pelaksanaan pemborongan/pembelian di lingkungan ABRI tidak dilakukan dengan pelelangan umum.Sedangkan angka 43 tentang ketentuan rekanan ayat b2 berbunyi,
pimpinan dan atau sebagai salah satu pemegang kunci pembuat keputusan dalam perusahaan sesuai dengan yang tertulis dalam akte pendirian, harus dijabat oleh purnawirawan/veteran/warakawuri dan atau anaknya yang akan dan dapat bertindak selaku penghubung dengan ABRI.Peraturan itu jelas membuka peluang terjadinya konflik kepentingan yang dapat berujung pada praktik korupsi. "Kalau kerahasiaan menjadi masalah yang penting, seharusnya TNI mendaftar semua broker senjata. Sebab tidak banyak yang dapat masuk dalam bisnis ini," kata Danang.Semua pihak agaknya harus banyak belajar agar kasus serupa tidak terulang. Budaya transparansi guna menjaga akuntabilitas publik menjadi hal yang sangat penting dilembagakan. Hapus semua hal yang membuka peluang kegiatan memperkaya diri sendiri tersebut. Tanpa itu, korupsi akan tetap menjadi masalah yang tidak kunjung padam di negeri ini.
(diks/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini