"Saya rasa tidak, setiap saya kampanye di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu, orang lihat sosok Prabowo lalu lihat program, jadi tidak ada hubungannya dengan kerabat. Saya bagian dari fenomena anak muda yang mengalahkan yang lebih senior," ujar Aryo di kantor DPP Gerindra, Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu (30/4/2014).
Aryo tidak merasa mendapat keistimewaan tersendiri meski ia merupakan keponakan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Malahan, dia menambahkan, 'stempel' sebagai kerabat Prabowo memberi beban.
"Saya tidak pernah merasa itu (keistimewaan tersendiri), malah saya jadi repot, dengan media, oh jangan - jangan ini dinasti, malah banyak negatifnya buat saya," katanya.
Menurut Aryo, dinasti politik merupakan kenyataan yang ada di berbagai negara di seluruh dunia. Dia menilai hal tersebut merupakan bentuk pengabdian keluarganya untuk negara. Sebab telah empat generasi yang terjun ke politik. Mulai dari buyut, kakek, Prabowo hingga kini dirinya.
"Salah atau nggak, (politik dinasti) itu kenyataan. Negara maju, kaya dan miskin semua ada. Negara mana yang tidak ada politik dinasti? Bagi saya aneh kalau orang 'nganggap' dinasti politik itu negatif," ujarnya.
Di Dapil DKI III, Aryo berterung dengan nama-nama tenar. Di antaranya adalah Marzuki Alie, Tantowi Yahya, Effendi Simbolon, Farhat Abbas, Adang Daradjatun, Richard Sam Bera, Andi Nurpati, Jeremy Thomas, dan Achmad Dimyati Natakusumah.
(idh/trq)