"Di sana itu parlemennya lagi reses. Tapi jadwal itu kan kita sudah buat. Nanti ketemu sama menteri pertambangan mereka saja," kata Ketua Pansus RUU Panas Bumi Nazaruddin Kiemas di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (25/4/2014).
Karena parlemen di sana reses dan tidak bisa ditemui, maka mereka merencakan akan bertemu kementerian terkait di negeri kiwi itu. Kemudian, kloter kedua yang akan berangkat bulan Mei akan menemui parlemen yang sudah selesai reses dan bisa ditemui.
"Kita berangkatkan 11 orang tanggal 28 April untuk bicara dengan menteri, bicara sama ahli panas bumi di sana. Kemudian datang tujuh orang lagi ketemu parlemennya (Selandia Baru), Mei mungkin," tutur Nazaruddin.
Pansus menargetkan RUU Panas Bumi selesai pada masa sidang berikutnya yang akan mulai berkegiatan kembali tanggal 12 Mei 2014. Bulan Juli, diharapkan RUU ini selesai digarap.
"Sebab DIM (Daftar Isian Masalah)-nya sudah siap. Tiap fraksi sudah mengirim," ucap politisi PDIP ini.
Nazaruddin menuturkan, pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia terhambat karena selalu dikaitkan dalam UU Pertambangan. UU Pertambangan sendiri mempunyai titik bertentangan dengan UU Kehutanan, yaitu kegiatan pertambangan tidak boleh dilakukan di kawasan hutan. Padahal, energi panas bumi banyak terdapat di gunung-gunung berhutan.
"Nah, lewat kunker ini, kita mau lihat, masalah energi panas bumi ini masuk rezim pertambangan atau kehutanan. Pemanfaatan panas bumi kan sebenarnya cuma dilubangi dengan bor sekitar 1.500 meter. Hawa panas uap air keluar dan memuter turbin. Jadi tidak ada mineral yang dibawa, hanya uap air," tuturnya.
Ke depan, lewat kunker itu, mereka akan membuat UU baru khusus panas bumi. "Biar tidak masuk UU Pertambangan dan rezim migas," ujarnya.
(dnu/ndr)