"Nanti kalau sudah e-budgeting, tahu mana mark up mana tidak. Nanti akan ketahuan," kata pria yang akrab disapa Ahok itu di Balai Kota DKI, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (21/4/2014).
Ahok optimis, lewat sistem tersebut akan bisa memutus kebiasaan buruk para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dalam melakukan mark up anggaran. Ia menambahkan, upaya penggelembungan anggaran di DKI sudah terjadi sejak pemerintahan sebelumnya, bukan pada saat kepemimpinan di bawah Gubernur DKI Joko Widodo.
"Makanya sekarang kita bikin aja e-budgeting. Apa mereka (SKPD) salah? Tidak. Karena ini kebiasaan lama yang sudah terjadi sebetulnya. Bukan pada masa kami terjadi mark up. Ini memang sudah sistem lama yang sudah berpuluh-puluh tahun," ujarnya.
Nantinya, lanjut Ahok, bila ada anggaran yang sama maka dapat langsung dikunci. " Misalnya waktu bangun separator. Seharusnya yang membangun Dinas PU tapi yang minta Dinas Perhubungan. Dulu kita enggak bisa lock, sekarang kesalahan kayak gini kita lock, saja jadi dana tersebut tidak bisa dia pakai," kata Ahok mencontohkan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Lasro Marbun melaporkan temuan kelebihan anggaran sekitar Rp 1 triliun di dinas yang dipimpinnya. Kelebihan anggaran itu dalam bentuk anggaran ganda sekitar Rp 700 miliar serta anggaran overload sekitar Rp 500 miliar.
โJadi ada yang dobel. Misalnya sekolahnya sama, tapi di satu anggaran ditulis rehap total, di anggaran lain ditulis rehab berat,โ kata Lasro tanpa menyebutkan nama sekolah yang dimaksud.
Adapun anggaran yang overload kebanyakan dalam pengadaan Alat Tulis Kantor. โMisalnya mau beli pot bunga, dia hanya perlu 2 pot, tapi yang dianggarkan pembelian untuk 5 pot bunga,โ katanya.
Lasro menuturkan, temuan ini sudah dilaporkan kepada Gubernur DKI Jokowi dan juga kepada Ahok. Dia menuturkan, kelebihan dana itu sudah dikembalikan kepada Pemprov dan tendernya tidak jadi dilaksanakan.
(ros/vid)