Selain sebagai syarat pengajuan capres dan cawapres, koalisi juga digalang dengan harapan bisa mendulang perolehan suara di pilpres. Pada pemilihan presiden dan wakil presiden 2004 lalu nyatanya besarnya kekuatan koalisi tak sebanding dengan perolehan suara. Seperti apa perilaku calon pemilih sebenarnya?
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menyebut ada dua perilaku pemilih di pilpres. Pertama straigt ticket voting, yakni pemilih yang pilihan partai dan calon presidennya sama. Kedua split ticket voting adalah pemilih yang pilihan partai dan capresnya berbeda.
Partai yang mengusung capres dengan popularitas tinggi menurut Qodari akan mendapat dukungan solid dari kadernya. Dia mencontohkan pada pilpres 2004 lalu 95 persen pemilih Partai Demokrat memberikan suara ke pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla yang diusung partai tersebut.
Begitu juga Capres Megawati yang waktu itu mendapatkan 90 persen dukungan dari pemilih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Kecenderungan selama ini menurut Qodari pemilih akan melihat popularitas capres ketimbang koalisi partai pengusungnya.
Sehingga koalisi yang dibentuk oleh beberapa partai untuk mengusung capres dan cawapres belum tentu sebanding dengan suara yang akan diperoleh pada pilpres. "Koalisi besar tidak jaminan mereka bisa menang pilpres," kata Qodari saat berbincang dengan detikcom, Senin (21/4/2014).
(erd/van)