Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Watch Donny Budi Utoyo menilai, saat ini Indonesia dalam kondisi genting dalam penggunaan internet. "Sekarang sudah genting, tapi kita tidak sadar saja," kata pria yang akrab disapa Donny BU ini di Bareskrim Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (16/4/2014) malam.
Bukan tanpa dasar Donny melempar pernyataannya itu. Dua tahun lalu Donny mencoba membuktikan bagaimana anak-anak menjadi korban dalam pergaulan di dunia maya. Hal itu dilakukannya dengan melakukan demonstrasi dengan mudahnya mencari target anak di bawah umur.
"Hanya 30 menit saya mendapatkan identitas target dengan lengkap," kata Donny.
Dia mencontohkan kasus-kasus kejahatan dengan korban anak kecil. Data yang dimiliki pihaknya menyebut, dominan para korban dan pelaku saling mengenal di dunia maya.
"Yang terungkap di pemberitaan adalah sebagian kecil saja. Bagaiman gunung es yang tampak hanya di permukaannya saja," papar dia.
Peran semua pihak, baik orangtua maupun sekolah berperan dalam mengkampanyekan pola internet sehat. Dia mencontohkan, dalam kasus pedofilia yang melibatkan tersangka alumni sekolah kedokteran Unair, terlihat bagaimana seorang siswa Sekolah Dasar dapat memiliki akun Facebook.
Padahal, untuk mendapatkan akun tersebut seorang pengguna wajib memiliki email dan tentu sudah dianggap dewasa atau 18 tahun.
Menurut dia, baik-buruknya internet sudah tertanam sejak dini. Terlebih di era teknologi komunikasi yang menciptakan dunia maya seolah tanpa batas (borderless). "Seharusnya bicara internet sudah masuk dalam pendidikan, tidak perlu ada kurikulium," papar Donny.
Selain itu, orangtua juga turut bertanggungjawab dalam memberikan fasilitas komunikasi kepada anaknya. Terlebih lagi, dengan makin majunya teknologi membuat is anak dengan mudah berselancar ke sena ke mari di dunia maya tanpa ada pengawasan.
"Saat orangtua memberikan gadget kepada anaknya, bukan berarti dilepas begitu saja, pengawasan tetap diperlukan dalam penggunaan teknologi informasi itu," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dir Tipid Eksus) Brigjen Arief Sulistyanto di tempat sama.
Selain itu, Arief mengusulkan adanya pengetatan 'jalur' menuju dunia tanpa batas. "Kebebasan itu bukan berarti sebebas-bebasnya, tapi beri juga batasan. Dan ini bukan berarti membatasi kemerdekaan seseorang untuk berinteraksi. Ini untuk keamanan dan menjaga secara pribadi," kata Arief.
Dia mencontohkan bagaimana akses sim card telepon seluler yang dapat digunakan siapapun meski menggunakan identitas palsu dan tanpa verifikasi.
Bareskrim Polri mencokok Tjandra Adi Gunawan Senin 24 Maret 2014 lalu. Dia diduga menyebar foto anak-anak di bawah umur yang masih berstatus pelajar SD dan SMA ke jejaring sosial.
Anak-anak tersebut dipandu tersangka untuk berpose bugil dan melakukan masturbasi. Foto tersebut selanjutnya di kirim kepada tersangka yang menyamar seolah-olah seorang dokter wanita di bidang kesehatan reproduksi.
Tjandra juga diduga berjejaring dengan kelompok pedofil internasional. Ini diketahui dari percakapan yang didapat penyidik dari laptop tersangka. Bahkan ada proses tawar-menawar dan bertukar foto anak di bawah umur.
Penyidik juga menemukan 10 ribuan foto seronok anak-anak di bawah umur di gadget dan piranti komputer tersangka.
Tersangka dijerat pasal 29 UU 44/2008 tentang Pornografi dan pasal 27 ayat 1 jo pasal 52 UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Hukuman paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp 6 miliar. Dan, ditambah 1/3 dari maksimum ancaman pidana karena pelaku melibatkan anak dalam kegiatan dan atau menjadikan anak sebagai objek," terang Arief.
(ahy/vid)