Puisi Raisopopo Fadli Zon, PDIP: Kami Lebih Pilih Puisi Kehidupan

Puisi Raisopopo Fadli Zon, PDIP: Kami Lebih Pilih Puisi Kehidupan

- detikNews
Rabu, 16 Apr 2014 20:07 WIB
Jakarta - PDIP mengkritik gaya Waketum Gerindra Fadli Zon yang kerap menggunakan media puisi untuk menyerang Jokowi. Menurut Wasekjen PDIP Hasto Kristiyanto, puisi tak seharusnya dipakai untuk hal yang tak patut.

"Puisi yang dalam tradisi di negeri ini dipakai untuk menyampaikan kritik sosial, atau sebagai pengungkapan jiwa kepahlawanan, dan bahkan menjadi genderang perang atas berbagai bentuk ketidakadilan, namun ditangan Fadli Zon telah menjadi alat perang orang per orang," jelas Hasto di Jakarta, Rabu (16/4/2014).

Hasto menjelaskan, dirinya teringat pendapat temannya seorang ahli psikologi perilaku, bahwa perilaku seseorang akan dipengaruhi lingkaran sosial terdekatnya.

"Seseorang yang biasa berada di lingkaran yang menggemari peperangan, akan cenderung menjadikan segala sesuatunya sebagai alat perang. Sebaliknya, seseorang yang berada di lingkungan yang menghormati keindahan alam, akan cenderung memiliki sikap welas asih terhadap seluruh alam ciptaan," jelasnya.

Jadi, lanjut Hasto, apa yang disampaikan Fadli Zon tersebut merupakan pemaksaan kaidah sastra untuk keperluan perang. Akibatnya tidak hanya kekacauan logika, namun pemutarbalikan fakta.

"Aku raisopopo seharusnya menjadi ungkapan kejujuran seorang pemimpin bahwa tanpa rakyat, pemimpin memang tidak bisa apa-apa. Demikian halnya dalam wayang. Wayang merupakan potret dan ritual kehidupan. Di dalamnya ada sengkuni yang sukanya mengadu domba orang. Di dalamnya ada Duryudana, yang menyukai keangkaramurkaan, menghalalkan berbagai macam cara untuk melanggengkan kekuasaan, termasuk penculikan," urainya.

"PDI Perjuangan tetap berkeyakinan bahwa dalam strategi pemenangan pemilu yang terbaik hanyalah bergerak satu arah memenangkan hati nurani rakyat. Karena itulah, kami lebih memilih membuat puisi kehidupan, guna menggelorakan kembali semangat perjuangan rakyat untuk melawan berbagai bentuk ketidakadilan," tambahnya lagi.

Hasto juga menyampaikan, menjadi manusia yang sejati adalah manusia yang memiliki kerendahan hati sehingga sikapnya tidak menyombongkan diri. Dengan sikap itu, meski dia merasa tidak bisa apa-apa, dengan rakyat kenyataannya menjadi bisa melakukan segalanya.

"Manusia sejatinya adalah seseorang yang tidak punya apa-apa, tidak bisa apa-apa, dan bukan siapa-siapa (ra nduwe opo-opo, ora iso opo-opo lan dudu sopo-sopo). Karena sejatinya manusia memang wayang yang digerakkan Sang Dalang, Dalang Kehidupan, Semesta, yaitu Tuhan Yang Maha Esa," tutur Hasto.

Hasto menambahkan, manusia hanyalah lakon, dan bukan dalang. Sangat berbahaya ketika manusia merasa menjadi dalang, karena itulah bisa melakukan segalanya menjadi sah untuk kehendaknya.

"Pak Jokowi lebih memilih berbagi mimpi, berbagi harapan dengan aksi nyata. Bukan hanya di belakang meja. Hanya mereka yang punya mata hati yang bisa melihat niat suci. Bekerja dengan hati. Menjadi teladan dan bukan hanya menjual slogan," tutup dia.

(mok/ndr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads