"Itu di Palembang, Pontianak, Panjang. Tahun anggaran 2010," ujar Lino usai menjalani pemeriksaan 11 jam di kantor KPK, Jl Rasuna Said, Jaksel, Selasa (15/4/2014).
Lino mengatakan, pengadaan crane sudah sesuai dengan prosedur. Dia sama sekali tidak melihat ada permasalahan.
"Enggak ada (persoalan). Mestinya saya justru dikasih bintang karena pahlawan," ujar Lino.
Menurut Lino, persoalan bermula dari tahun 2007 ketika sejumlah dermaga memerlukan crane untuk mengangkat peti kemas. Namun entah karena apa, kata Lino, crane tak pernah bisa didatangkan.
"Begini alatnya ini sudah dari tahun 2007, tapi enggak pernah bisa datang. Enggak pernah bisa beres. Nggak pernah bisa ada. Gagal terus sudah enam atau tujuh kali gagal," kata Lino.
"Kalau lelang gagal enggak ada uang keluar. Nggak jadi-jadi. Makanya karena sudah terlalu lama, kita prosedur tahun 2010 dengan cara yang tidak biasa," sambungnya.
Ketika ditanya wartawan mengenai cara yang tidak biasa tersebut adalah penunjukan langsung, Lino membenarkan. Menurutnya penunjukan langsung memiliki payung hukum, dalam kondisi tertentu.
"Di peraturan kita diperbolehkan dan enggak ada yang bisa membuktikan bahwa itu mahal. Lebih murah kok itu. Dicari seluruh dunia pun yang saya beli lebih murah," kata Lino yang mengenakan jas warna hitam dipadu kemeja putih ini.
"Aturan kita ada. Jadi kalau lelang gagal itu bisa ada pemilihan langsung. Kalau pemilihan langsung gagal maka ada penunjukan langsung. Apalagi di lapangan kalian tahulah. Pelabutah itu berapa lama kapal-kapal menunggu," ujarnya.
Karena penunjukan langsung itu, kata Lino, sejumlah dermaga terkait bisa beroperasi dengan optimal. Untung yang didapatkan pun cukup besar.
"Saya terima konsekuensinya. Menurut saya enggak salah, enggak merugikan negara, malah menguntungkan semua orang. Bahkan harganya lebih murah. (Sekarang) sudah datang. Makanya Pontianak dan pelabuhan lain, lebih bagus dan untungnya lebih banyak," ujar Lino.
(rvk/rvk)