Solo - Rencana Pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur mekanisme pengadaan dan distribusi buku pelajaran dinilai terlalu membesarkan persoalan. Sebab jika akar persoalannya karena rendahnya mutu materi buku paket, maka hal itu bisa ditangani oleh Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP).Hal tersebut disampaikan oleh guru besar bidang sosiologi pendidikan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Ravik Karsidi, kepada wartawan di Solo, Selasa (14/12/2004). Menurut Ravik, sering terjadinya kerenggangan hubungan orangtua murid dengan pihak sekolahan akhir-akhir ini adalah berakar pada rendahnya kualitas buku pelajaran yang tersedia. Karena mutu buku paket jauh di bawah kebutuhan kurikulum yang dicanangkan akhirnya pihak sekolahan mencari langsung ke penerbit-penerbit buku pelajaran. Sementara orangtua murid mengeluhkan hal tersebut karena mereka merasa dijadikan objek konspirasi penjualan buku-buku pelajaran yang dilakukan pihak sekolah yang bekerja sama dengan penerbit.Untuk melerai persoalan itu, Pemerintah akan mengeluarkan PP yang isinya melarang pihak sekolah berhubungan langsung dengan penerbit buku pelajaran. Namun menurut Ravik, saat ini sebetulnya belum terlalu mendesak bagi Pemerintah untuk mengeluarkan PP tersebut dikarenakan masih bisa mengontrolnya dengan perangkat pendidikan yang dimiliki Depdiknas."Saat ini 'kan ada Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) yang bisa diberdayakan lebih jauh. Sehingga menurut saya, Presiden tidak perlu mengurusi hal-hal yang terlalu kecil seperti itu karena sudah membentuk berbagai perangkat yang ada," kata Ravik.
Pemerintah Bisa DituntutRavik lebih lanjut mengatakan bahwa jika nantinya Pemerintah benar-benar akan melarang pengadaan buku pelajaran oleh pihak sekolah sendiri maka konsekuensinya adalah Pemerintah harus mampu menyediakan buku-buku yang mutunya memadai sesuai kurikulum yang diterapkan."Kurikulum itu pada dasarnya adalah sebuah janji. Jika tidak ditepati maka itu artinya menyalahi janji. Masyarakat bisa menuntut Pemerintah untuk janji yang tidak ditepati itu. Tapi seringkali masyarakat kita ini aneh, diberi gelar kelulusan saja sudah puas dan tidak peduli lagi mutu pendidikannya. Padahal nantinya yang repot juga penyandang gelar itu sendiri," ujar Ravik.
(nrl/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini