Waspadai Mobilisasi Pemilih oleh Kepala Desa dan Lurah

Waspadai Mobilisasi Pemilih oleh Kepala Desa dan Lurah

- detikNews
Sabtu, 05 Apr 2014 14:08 WIB
Jakarta - Menjelang pemilu, gerakan-gerakan politis perlu diwaspadai. Khususnya gerakan kepala desa dan lurah pada pemilih khusus.

Pemilih khusus yakni warga yang tidak memiliki KTP namun UU tetap menjamin pada mereka untuk menggunakan hak pilihnya. Oleh KPU, pemilih khusus dipersyaratkan untuk mendapatkan surat keterangan dari kepala desa atau lurah.

"Problemnya, surat keterangan itu rawan penyimpangan. Kepala desa dan lurah bisa memanfaatkan kewenangan mengeluarkan surat keterangan tersebut untuk memobilisasi masyarakat," ujar pengamat pemilu Said Salahudin dalam rilisnya, Sabtu (5/4/2014).

Menurut Said, surat keterangan bisa dibuat dalam hitungan menit. Berbeda dengan KTP yang pembuatannya memerlukan waktu yang relatif lama. Pemilih yang telah memiliki identitas dapat dengan mudah mengaku bahwa dirinya belum memiliki KTP.

Celah inilah, lanjut Said, yang bisa dimanfaatkan oleh kepala desa dan lurah. Masyarakat bisa digerakkan, dikumpulkan, dipindahkan, serta digiring untuk memberikan suara, baik di TPS-TPS yang ada di desa dan kelurahan bersangkutan atau ke TPS-TPS di wilayah yang lain, berbekal surat keterangan yang dibuat oleh kepala atau lurah itu.

"Ini sangat mungkin terjadi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa lurah, khususnya kepala desa, seringkali digunakan oleh partai politik dan para calon sebagai mesin keruk suara pemilih dalam setiap Pemilu," tuturnya.

Said menjelaskan, ada empat kondisi yang menjadi indikator dan potensial menyebabkan terjadinya mobilisasi pemilih khusus tanpa identitas oleh kepala desa atau lurah. Pertama, tren yang menunjukkan jumlah TPS terus bertambah menjelang pemilu.

"Nah, ini kan aneh. Jumlah TPS itu mestinya sudah fix sejak DPT ditetapkan KPU 4 November 2013. Kalau TPS bertambah, itu kan asumsinya ada penambahan jumlah pemilih. Padahal data KPU sendiri menunjukan bahwa jumlah pemilih terus menyusut," tuturnya.

Kedua, ada warning dari Bawaslu yang menyatakan tinta pemilu berkualitas rendah. Tinta mudah pudar atau luntur.
"Ini tentu sangat berbahaya. Tinta adalah satu-satunya alat untuk mencegah atau membatasi pemilih memberikan suara lebih dari satu kali. Dengan kualitas tinta yang buruk, maka operasi kepala desa dan lurah untuk memobilisasi pemilih khusus tanpa identitas tadi menjadi semakin lancar," ucap Said.

Ketiga, minimnya jumlah Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di satu desa atau kelurahan. Jumlah PPL 1-5 orang per desa atau kelurahan. Sedangkan di suatu desa atau kelurahan jumlah TPS mencapai puluhan titik.

"Nah, sudah barang tentu PPL tidak akan sanggup mengawasi seluruh TPS yang ada. Pada gilirannya mobilisasi pemilih khusus luput dari pengawasan," kata dia.

Keempat, tidak seluruh parpol dan calon DPD mampu menempatkan saksinya di seluruh TPS yang ada. Ketiadaan saksi di TPS akan semakin menyukseskan operasi dari kepala desa dan lurah itu.

(nik/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads