"Jika pemilu diadakan saat survei, PDIP dapat dukungan tertinggi. Naik sekitar 7,9% dari 16,6% pada survei Februari, Maret 2014 menjadi 24,5%," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, dalam paparan survei di Hotel Sari Pan Pacific, Jl MH Thamrin, Jakarta, Jumat (4/4/2014).
"Jokowi tidak maksimal mengatrol suara PDIP, karena Jokowi tidak maksimal dimanfaatkan sebagai instrumen elektoral, misalnya, sosialisasi masih sangat kecil," imbuh Burhan.
Hanya 71% masyarakat tahu Jokowi sudah remsi jadi capres PDIP. Sementara 29% lainnya belum pernah mendengar Jokowi sudah jadi capres partai banteng moncong putih.
"Baru dua pertiga warga yang tahu Jokowi telah dicalonkan sebagai capres oleh PDIP, dan mayoritas dari yang tahu juga setuju. Namun hampir sepertiga pemilih masih belum tahu Jokowi sudah dicapreskan oleh PDIP," kata Burhan.
Dukungan terhadap Jokowi dan PDIP, menurut Burhan, memiliki keterkaitan satu sama lain. Jika elektabilitas Jokowi naik, elektabilitas PDIP ikut terangkat.
"Yang menarik, dukungan terhadap Jokowi sejak Oktober 2013 selalu di atas PDIP. Jokowi nampak lebih besar dari PDIP," ujar Burhan menganalisa.
"Survei juga menunjukkan PDIP belum mampu menarik semua pendukung Jokowi untuk memilih PDIP. Masih banyak pemilih Jokowi yang memilih partai lain," katanya.
Survei ini dilakukan pada 18-24 Maret 2014. Jumlah sampel survei ini sebanyak 1.220 responden dengan margin error Β±2,9% pada tingkat kepercayaan 95%. Survei ini dilakukan pada saat Jokowi sudah ditetapkan jadi capres PDIP.
Berikut tingkat elektablitas parpol saat ini:
1. PDIP: 24,5 %
2. Golkar: 14,9%
3. Gerindra: 10,5%
4. Partai Demokrat: 7,2%
5. PKB: 7,2%
6. PPP: 5,5%
7. PAN: 4,7%
8. Hanura: 4,6%
9. NasDem: 3,6%
10. PKS: 3,1%
11. PBB: 1,8%
12. PKPI: 0,8%
(idh/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini