"Diburu untuk pengobatan tradisional Cina dan makanan olah. Nilai ikan ini bagus. Makanya Asia dan juga Eropa itu market yang bagus buat penjualan dari perburuan," kata peneliti molekuler ikan pari dari Pusat Penelitian (Puslit) Oseanografi LIPI, Irma Shita Arlyza, di Media Center LIPI, Gedung Sasana Widya Sarwono, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (3/4/2014).
Dia menjelaskan, ikan pari memiliki berbagai manfaat. Kulit pari dapat digunakan untuk tas, sepatu, dan dompet. Tidak mengherankan banyak yang mencari kulit pari karena harganya cukup mahal untuk ukuran kulit ikan. Untuk kulit yang masih mentah dan belum diolah dan berukuran 10-15 cm bisa dipatok Rp 100 ribu.
Manfaat tubuh ikan pari lainnya yaitu digemari masyarakat Prancis sebagai makanan. Adapun jeroan ikan pari dicari untuk pakan lele dumbo. Tidak ketinggalan, ekornya biasa dipakai sebagai pecut cambuk untuk acara tradisional masyarakat di Lombok Tengah.
"Jadi benar-benar bermanfaat semua. Tulang rawannya saja itu bisa jadi sop kayak sirip ikan hiu," ujarnya.
Irma menambahkan, dari perkiraan total 500 spesies ikan pari di dunia, setengah populasi berada di Indonesia. Saat ini, diperkirakan populasi ikan pari ada di kawasan perairan Selatan Sunda, Singaraja Bali Utara, dan perairan Selatan Jawa. Jenis ikan pari di Indonesia sebagian besar berjenis macan karena kulitnya bertutul.
"Semuanya bertutul. Belum berbahaya sih, tapi kalau eksploitasi berlebihan dan terus-terusan maka bisa punah," sebutnya.
Harapan dia kepada masyarakat lokal agar menyesuaikan penangkapan ikan pari dengan penggunaannya. Meski sulit, tapi Irma yakin bila masyarakat sadar untuk tidak mengeksploitasi berlebihan agar membantu kelestarian ikan pari. Hal ini penting karena ikan pari menghasilkan keturunan dengan jumlah yang kecil.
"Ya susah sih untuk pencegahan perburuan ikan ini. Harus ada aturan yang tegas soal sanksi dan kesadaran masyarakat ditingkatkan," katanya.
(hat/nik)