Kapolres: Kami Tak Ingin Ada Orang Papua Mati di Tanahnya Sendiri

Kapolres: Kami Tak Ingin Ada Orang Papua Mati di Tanahnya Sendiri

- detikNews
Kamis, 03 Apr 2014 00:02 WIB
Foto: Andri Haryanto/Detikcom
Mimika, - Perang antar Suku Dani dan Suku Moni sudah berjalan dua bulan dan belum ada tanda akan berakhir. Polisi menjadi bulan-bulanan karena dianggap membiarkan konflik horizontal terus terjadi di Mimika, Papua.

Peran mendamaikan dua pihak yang berseteru karena persoalan tapal batas tanah adat sesungguhnya bukan semata ada di tangan kepolisian. Seluruh pemangku kepentingan sedianya tanggap dengan pertikaian yang telah menelan 10 korban tewas dari kedua belah kubu.

Namun sayangnya, lagi-lagi tanggung jawab itu diserahkan kepada aparat kepolisian saja.

"Kita mendesak Pemerintah Daerah untuk segera mengambil langkah mengenai tanah ulayat di sini. Sepanjang tidak ditetapkan perang akan terus berlanjut," kata Kapolres Timika AKBP Jermias Rontini, di Kampung Pioka Kencana, Jayanti, Mimika, Rabu (2/4/2014).

Terhitung sejak 29 Januari 2014, terang Jeremias, pihaknya berinisiatif untuk mendamaikan kedua kubu yang berseteru. Hadir pula dalam kesempatan itu Muspida setempat.

Beberapa kesepakatan sempat terangkum, mereka meminta pemerintah untuk segera mengurus tapal batas masing-masing desa.

Ini dilakukan untuk meredam saling klaim dua kubu dalam mengelola tanah yang mereka sebut sebagai tanah adat mereka masing-masing. Namun, tuntutan itu belum sempat terlaksana perang terus terjadi.

Kondisi makin memanas manakala jatuh korban dari kedua kubu. Parahnya lagi, perang tidak akan berhenti bila jumlah korban belum dianggap seimbang diantara keduanya.

Adapun alasan Pemda belum juga turun tangan dalam mengatasi ini karena masa transisi kepemimpinan di Timika. Ini berimbas belum diketuknya APBD yang akan membantu merealisasikan keinginan warga.

Mengapa harus tunggu APBD sementara perang terus berlanjut dan menelan korban?

APBD nantinya digunakan untuk memfasilitasi kedua kubu selama proses negosiasi damai. "Mereka datang dikasih uang alasan untuk ongkos, ganti rugi, ini papua, menangani konflik di Mimika ini unik, berbeda dengan tempat lain," kata Jermias.

Dia mencontohkan, damai diberlakukan dengan membayar satu nyawa seharga Rp 1 miliar. Perang antar suku di Puncak Jaya yang menelan 63 korban jiwa harus dibayar seharga Rp 60-an miliar, tunai.


(ahy/fdn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads