"Kami sangat prihatin dengan kondisi di Aceh, termasuk lambannya respons Bawaslu. Karena tidak ada tindakan Bawaslu pusat maupun daerah untuk memberikan teguran, atau sanksi pencoretan terhadap partai politik di mana oknumnya melakukan tindak kekerasan," kata Wakil Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Kekerasan (KontraS) Chrisbiantoro.
Hal itu disampaikan saat menggelar audiensi dengan Bawaslu di kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakpus, Rabu (2/4/2014). Dalam kesempatan itu, KontraS menyerahkan data tindak kekerasan pada Januari-Maret 2014 di Aceh.
Chrisbiantoro menilai, jika rangkaian kekerasan di Aceh tidak segera dihentikan maka dikuatirkan akan berubah menjadi konflik horizontal yang bisa berimplikasi lebih luas.
"Paling tidak Bawaslu bisa berkoordinasi dengan kepolisian," kritiknya.
Menurutnya, selain Bawaslu, tentu peran besarnya ada di tangan kepolisian sebagai penegak hukum. Namun, prinsipnya adalah dukungan dan sikap tegas seluruh stakeholder untuk menciptakan perdamaian di Aceh, termasuk Bawaslu.
"Kami khawatir jika situasi di Aceh tidak diselesaikan, maka kami merekomendasikan pemilu di Aceh bisa ditunda. Sebelum itu berkembang, Bawaslu kemudian KPU harus melakukan tindakan," ujarnya.
"Ini masalah serius, kekerasan bertambah banyak. Saksinya banyak, orang parpolnya banyak. Selemah-lemahnya harusnya memberikan peringatan. Tapi, Gakkumdu tidak mencerminkan adanya lintas koordinasi," imbuhnya.
(bal/rmd)