"Enggak bagus menurut saya. Karena masyarakat kita masih tidak percaya dengan TNI. Kayak pengalaman saya di Pemilu 2004, mereka cuma kirim doang. Dari tujuh provinsi, cuma satu yang terkirim. Tapi sampainya juga enggak jelas," kata Chusnul usai acara diskusi 'Manipulasi Pemilu, Pelanggaran Elektoral, dan Aparat Keamanan' di Gedung A FISIP Universitas Indonesia, Depok, Selasa (1/4/2014).
Dia menceritakan saat itu peran TNI dalam bantuan pengiriman logistik bisa dikatakan gagal. Karena banyak yang belum tersalurkan, Chusnul selaku penanggung jawab logistik di Pemilu 2004 akhirnya menggandeng PT Pos Indonesia yang akhirnya bisa berhasil.
"Dulu itu beberapa daerah konflik. Cuma di Sentani yang berhasil. Lainnya gagal. Jadi, dulu PT Pos yang akhirnya kerjain," sebutnya.
Dia pun mengatakan seharusnya TNI memiliki prioritas kepentingan lain dibandingkan hanya mengurusi persoalan pendistribusian pemilu. Peran yang dimaksud adalah menjaga kedaulatan serta stabilitas negara selama Pemilu dari gangguan pihak-pihak asing. Bagi dia, seharusnya pemerintah dan DPR memberikan anggaran yang cukup kepada TNI untuk menghindari permainan kepentingan. Peran pengiriman distribusi logistik bisa diberikan kepada pihak atau perusahaan yang diatur dalam Undang-undang Pemilu.
"Ngapain sih TNI berproyek ria cuma mengirim logistik. Menurut saya ini uang receh ya. Harusnya tentara unya kedaulatan untuk menyaring campur tangan asing Washington, Canberra yang masuk. Itu perannya untuk merah putih," ujarnya.
(hat/rmd)