Media telah merekam dan melaporkan rangkaian kegiatan Wapres itu. Peran Duta Besar juga tidak luput dari perhatian, bagaimana bisa terwujud pertemuan bilateral antara Wapres RI dan Perdana Menteri Belanda, dengan para CEO dunia usaha dan menteri terkait, agar kunjungan memberi manfaat maksimal.
Tapi ada satu aktor di balik layar yang nyaris luput dari perhatian, namun sangat determinan menentukan kelancaran rangkaian kunjungan Wapres itu. Dialah Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler merangkap Kepala Protokol Negara Republik Indonesia Duta Besar Ahmad Rusdi.
Rusdi memegang dan mengendalikan jalannya pergerakan Wapres, delegasi, tim Setwapres, Pasukan Pengamanan Presiden (Presidential Security Forces) yang mengawal dan menjaga keselamatan Wapres, bahkan tim pasukan pengawal Kerajaan Belanda dan voorrijder harus bergerak atau diam setelah koordinasi dengan Rusdi ini.
Bagaimana mengatur dan mengendalikan sekian banyak orang, lintas disiplin, lintas institusi, bahkan antar negara yang berbeda bahasa dan budaya, dengan tekanan sedemikian ketat menjadi organisasi yang kompak, solid, dan berjalan sesuai rencana?
"Kuncinya adalah disiplin, pengabdian, kerja keras ikhlas tanpa pamrih, dan ini...," jawab Rusdi dalam bincang-bincang dengan detikcom seraya menceritakan tentang "lembaran perintah harian".
Diplomat karir senior pada Kemlu RI ini menjelaskan sebagian contoh perintah hariannya yang tertuang dalam spreadsheet dan menjadi pedoman seluruh komponen tim atau delegasi yang terlibat, dari sejak subuh sampai tengah malam menjelang pergantian hari.
Nyaris tidak ada ruang otonom bagi tim yang terlibat di bawah tanggung jawab seorang Dubes Rusdi, kecuali bernafas dan urusan ke restroom. Semua terkendali dengan ketat hingga ketelitian menit.
Di samping itu, postur tubuh Rusdi yang tinggi besar, dengan kumis ala Burt Reynolds melintang, dan reputasi yang dibangun selama bertahun-tahun, juga memancarkan wibawa dan otoritas.
Staf jangan coba-coba melapor pada putera Pekalongan ini dengan "kira-kira", "sekitar", atau "mungkin". Semua harus eksak dan terukur. Berapa orang, berapa kilometer jarak tempuh pergerakan Wapres dari satu titik ke titik berikutnya, berapa lama, semua harus dalam standar ukur eksakta: meter, kilogram, detik, dan seterusnya.
"Kalau kita menerima laporan 'kira-kira' dan deskripsi lainnya sejenis itu, maka kita tidak bisa membuat kalkulasi, antisipasi, dan mengambil keputusan dengan presisi tinggi," terang Rusdi.
Ketika semua CEO perusahaan besar Belanda telah berkumpul menjelang Business Roundtable Meeting dan Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Kerjasama Pembangunan Belanda Lilianne Ploumen telah hadir, Dubes Rusdi memanggil staf meminta laporan kemajuan apakah semua sudah siap, agar dia dapat menetapkan kapan Wakil Presiden tiba.
"Kira-kira sepuluh menit lagi, Pak," jawab staf.
Mendengar jawaban ini Dubes Rusdi menyuruh staf balik badan menuju ke ruangan untuk memastikan segala sesuatunya dan kembali dengan laporan eksak dan spesifik.
Baru setelah itu, Rusdi mengambil keputusan Wapres bisa tiba ke ruangan, koridor tidak terhalang kerumunan publik, semua bergerak rapi dan cepat. Sementara kamera televisi media Belanda dan media tanah air merekam kegiatan Wapres dan mitra Belanda dengan lancar.
Menurut Rusdi, selain jalannya agenda kegiatan dengan memperhatikan etiket lokal maupun internasional, dia juga bertanggung jawab menjaga kelancaran serta melindungi kehormatan Wapres dan juga martabat bangsa selama kunjungan.
Tak hanya selama kunjungan berlangsung, saat perjalanan pulang pun semua dikendalikan dengan ketat oleh putera juragan batik Pekalongan ini. Tak ada satu celah pun dibiarkan pada kebetulan.
"Mau tahu apa tujuan dan manfaatnya? Bukan semata untuk Presiden dan Wapres, tetapi juga keluarga anggota rombongan di tanah air. Mereka misalnya bisa menyiapkan jemputan dengan tepat pula," demikian Rusdi.
Dengan reputasi nyaris sempurna tanpa cacat itu, Rusdi mencetak rekor yang belum pernah disamai oleh diplomat dan pejabat Indonesia siapa pun dalam bidang protokol ini.
Dubes yang dikenal tidak pernah terlambat ke kantor ini telah menjadi orang penting istana sejak periode Presiden Soeharto, Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.
Bahkan Presiden Yudhoyono sampai dua kali memercayakan pos penting Kepala Protokol Istana kepada Rusdi. Ketika tugasnya sebagai Dubes di Athena belum selesai, Presiden memanggil Rusdi pulang untuk menjadi bos istana kedua setelah presiden. At your service, Mr. President!
(es/es)