Menurut Ahok kebutuhan ideal bus di Ibukota sekitar 3.000-4.000 bus. Sebagai penyokongnya, diperlukan 45 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG).
“(jumlah SPBG) itu paling cepat terealisasi 2017, kalau sudah datang semua busnya terus Anda mau isi pakai air kencing, atau Anda pilih mana, demi ikutin Perda pakai gas tapi tidak ada busnya?’ kata Ahok di Balai Kota, Jumat (28/3/2014).
Perda yang dimaksud Ahok yakni Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Dalam pasal 20 ayat 1, diatur bahwa kendaraan operasional Pemda dan angkutan umum menggunakan bahan bakar gas sebagai upaya pengendalian emisi gas buang kendaraan bermotor.
Ahok menyanggah dianggap tidak menyetujui penerapan perda tersebut. “Bukan tidak setuju, saya sangat setuju pakai gas. Kondisi sekarang kan Anda butuh bus, tapi ngotot pakai gas. Ada pepatah kuno, kalau tidak ada kerbau buat membajak, kuda pun jadi,” kata dia.
Dia pun mempertanyakan kenapa pengadaan bus dan kendaraan operasional setelah perda dikeluarkan masih belum menggunakan bahan bakar gas. Menurutnya, kendaraan operasional Pemda dan anggota Dewan Perwakilan Daerah juga masih sama-sama menggunakan solar.
“Operator bus seperti Damri, Mayasari Bhakti, Perusahaan Penumpang Djakarta itu pakai solar atau gas? padahal pengadaan busnya tahun 2010-2011, masa lima tahun (setelah peraturan keluar) belum siap, mereka ngomong ‘gasnya mana pak’,” kata Ahok.
(ros/fjr)