"Menyatakan terdakwa Hambit Bintih dan Cornelis Nalau Antun telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata hakim ketua Suwidya membaca amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Kamis (27/3/2014)
Majelis hakim juga menghukum pengusaha Cornelis Nalau Antun dengan pidana penjara 3 tahun, denda Rp 150 juta, subsider 3 bulan kurungan.
Dalam putusan, dipaparkan Hambit meminta bantuan politikus Golkar Chairun Nisa untuk menghubungi Akil Mochtar selaku hakim konstitusi. Menindaklanjuti permintaan tersebut, Chairun Nisa kemudian berkomunikasi dengan Akil Mochtar yang juga menjabat Ketua MK.
Dalam komunikasi via pesan singkat (SMS), Akil meminta agar Hambit menyediakan duit Rp 3 miliar. "Terdakwa 1 (Hambit Bintih) menyetujui pemberian uang Rp 3 miliar," kata hakim anggota Sofialdi. Hambit lalu meminta pengusaha Cornelis Nalau Antun untuk menyiapkan uang Rp 3 miliar yang diminta Akil.
"Terdakwa 2 (Cornelis Nalau) juga diminta menemani Chairun Nisa mengantarkan uang tersebut ke rumah Akil Mochtar," sebut Sofialdi.
Tujuan pemberian duit agar MK menolak permohonan keberatan hasil pilkada sehingga kemenangan pasangan Hambit Bintih-Arton Dohong sebagai pasangan calon terpilih untuk periode 2013-2018 dinyatakan tetap sah.
Hambit terbukti melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHPidana.
Dalam perkara ini, majelis hakim menghukum Chairun Nisa dengan pidana penjara selama 4 tahun, denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan.
(fdn/mpr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini