Kepada detikcom, Nursyahbani mengaku kehadiran dia dalam acara calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu tidak membawa nama partai. Melainkan sebagai aktivis perempuan dan hak asasi manusia. “Saya memisahkan betul itu, nah pada acara ketemu Jokowi itu tidak membawa nama partai (PKB),” kata dia saat berbincang dengan detikcom, Kamis (27/3).
Pada pertemuan tersebut menurut Nursyahbani, dia dan sejumlah aktivis diminta memberi masukan terkait persoalan yang sering menimpa perempuan. Kepada Jokowi kemudian diceritakan bahwa persoalan yang sering terjadi pada perempuan antara lain, berkaitan dengan kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, kematian ibu melahirkan, kekerasan terhadap anak, perlindungan buruh, diskriminasi hukum dan kebijakan politik terhadap perempuan.
Nursyahbani tidak membantah jika pertemuan itu kemudian dikaitkan dengan momen menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden. Namun dia menolak jika kehadiran 14 aktivis perempuan itu diterjemahkan sebagai bentuk dukungan kepada Jokowi. Karena menurut dia belum tentu mereka memiliki satu sikap, mendukung mantan Wali Kota Surakarta itu menuju Istana Negara. “Saya masih Waketum PKB, dan saya tetap PKB,” kata Nursyahbani.
Selain Nursyahbani, aktivis perempuan yang hadir pada Rabu malam itu antara lain; Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, Jaleswari Pramodhawardani, Toeti Herati Nurhadi, Saparinah Sadli, Sjamsiah Achmad, Titi Sumbung, Musdah Mulia, Maria Hartiningsih, Sulistyowati Irianto, Gadis Arivia, Anis Hidayah, Maria Ulfah, Nia Sjarifuddin, dan Esther Indahyani.
(erd/van)