Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris saat mengomentari hasil penelitian 'Partai Politik, Pemilu, dan Ketimpangan Sosial dan Ekonomi di Indonesia'. Platform partai yang berisi visi dan misi mewujudkan kesejahteraan dinilainya hanya menjadi 'macan kertas' yang jauh dari praktik di lapangan.
"Pada umumnya, platform parpol berhenti sebagai dokumen tertulis. Makanya ketika naik ke panggung kampanye, ya dangdutan," kata Haris pada acara paparan riset yang digelar di Hotel Aryaduta, Kamis (27/3/2014).
Selama ini, yang dikenal mengusung tokoh dangdut sebagai penarik suara adalah PKB, yang memang mengusung Raja Dangdut Rhoma Irama. Namun menurut Haris, semua parpol sama saja ketika memunculkan panggung dangdut di kampanyenya.
"Bukan hanya Rhoma Irama, capres anda, tapi partai-partai lain juga dangdutan," kata Haris kepada sekitar 50 orang di ruangan yang tak nampak ada kader PKB itu. Sontak semuanya tertawa.
Haris mengartikan dangdut dalam arti luas, yaitu sebagai hiburan yang bisa cepat dinikmati rakyat dengan daya tarik yang bisa membuat massa berkumpul. Terminologi dangdut ini dikontraskan dengan sifat platform partai yang terkesan serius dan berat dilaksanakan sehingga kurang seksi. Padahal platform partai justru berisi landasan solusi memajukan rakyat.
"Platform hanya normatif saja untuk memenuhi kewajiban UU. Platform tidak diimplementasikan. Seolah-olah yang dibutuhkan publik cuma dangdut atau hiburan yg sejenisnya," tandas Haris.
Ayo memilih di Pemilu 2014! Sudah tahu lokasi TPS dan caleg peserta Pemilu 2014? Cek di detikPemilu. Anda juga bisa bertanya langsung ke KPU soal Pemilu 2014 langsung ke komisioner KPU hanya di detikPemilu.
(dnu/trq)