Kasus Satinah mengingatkan kembali pada kisah Ruyati dan Darsem yang juga mendapat vonis hukuman mati. Keduanya dijatuhi hukuman pancung karena membunuh majikan, namun akhir nasib mereka berbeda.
Ruyati bin Sapubi (54) menghembuskan nasfas terakhir Sabtu 18 Juni 2011 pukul 15.00 waktu setempat. Ruyati mengadu nasib ke Arab Saudi sebagai TKW pada 2008. Dia menggunakan jasa pengiriman tenaga kerja PT Dasa Graha Utama Bekasi. Akhir tahun 2009 Ruyati melakukan kontak terakhir dengan keluarga, dia bercerita sering mendapatkan perlakuan yang kasar dari majikan.
Januari 2010 Ruyati membunuh majikan perempuannya bernama Khairiya Hamid binti Mijlid (64) dengan alat pemotong daging. Ruyati berdalih, dia nekat membunuh karena merasa tidak tahan dengan kekejaman majikannya. Ruyati kemudian dijatuhi hukuman pancung.
Pemerintah melakukan lobi kepada pemerintah Arab Saudi terkait Ruyati pada April 2011. Namun lobi tersebut gagal, karena keluarga korban tidak bersedia memaafkan Ruyati. Keluarga korban meminta hukuman setimpal yakni membunuh dibalas dengan dibunuh.
Setelah itu, Ruyati dihukum pancung tanpa diketahui waktunya oleh perwakilan Indonesia di Saudi. Kemlu RI lantas memanggil Dubes Saudi di Jakarta pada 22 Juni 2011 untuk menerima nota protes pemerintah Indonesia yang tidak mendapatkan informasi soal tersebut. Dubes Saudi mengaku lalai dan meminta maaf.
Setelah dipancung, jenazah Ruyati diterbangkan ke Indonesia dan dimakamkan di kampung halamannya di Bekasi.
Lain Ruyati, lain pula Darsem. Darsem beruntung karena bisa kembali ke tanah air dengan selamat dan terbebas dari vonis hukuman pancung.
Perempuan asal Subang, Jawa Barat itu dijatuhi hukuman mati karena membunuh saudara pria majikannya di Arab Saudi. Pembunuhan itu terpaksa dilakukan sebagai upaya membela diri karena pria tersebut akan memperkosanya, pada Desember 2008.
Tak ingin nasib Ruyati terulang, pemerintah melakukan lobi-lobi hingga keluarga korban bersedia memaafkan Darsem dengan uang darah (diyat) atau kompensasi sebesar Rp 4,7 miliar.
Pada tahun 2011 uang diyat Darsem dibayarkan oleh pemerintah. Darsem pun bebas. Bahkan dia mendapat 'bonus' uang sejumlah Rp 1,2 miliar dari sebuah TV nasional yang menggalang dana dari masyarakat. Awalnya stasiun TV tersebut menggalang dana untuk membantu pembayaran diyat Darsem, namun karena sudah dibayar oleh pemerintah makan uang tersebut sepenuhnya diserahkan kepada Darsem.
Kehidupan Darsem setelah menerima dana itu kala itu juga menjadi sorotan. Dia diberitakan membeli emas, sawah dan membangun rumah dan khitanan anaknya dengan menggelar kesenian singa depok. Darsem juga menyumbang Rp 20 juta ke keluarga Ruyati.
Kini giliran Satinah yang sedang menunggu nasib.
(slm/nrl)