Detikcom yang mengunjungi rumah sinyal ini, Senin (24/3) sore mendapati bangunan tua itu terdapat di ujung peron 12. Biasanya peron ini khusus KRL Jabodetabek. Bangunan itu bercat biru dan terdiri dari dua lantai.
Pintu di bangunan itu terkunci rapat, tak bisa dibuka. Tak ada petugas yang menjaga bangunan itu. Kondisi bangunan memang sudah tak terawat. Menurut seorang petugas kereta yang tak mau disebut namanya, bangunan seluas 3x2 meter itu memang sudah dikosongkan.
"Dulu sempat dipakai untuk dapur restorasi kereta Gajayana. Jadi lantai 1 untuk masak, lantai 2 untuk tidur pegawai restorasinya. Tapi itu dulu sekarang sudah nggak ada yang pakai lagi," jelas petugas itu.
Rumah sinyal ini berdiri pada 1929, seiring pembangunan Stasiun Beos, yang di arsiteki Ghijsels. Bangunan di stasiun ini merupakan perpaduan antara struktur dan teknik modern barat dipadu dengan bentuk-bentuk tradisional setempat.
Rumah sinyal memiliki fungsi mengamati kedatangan kereta api sejak masuk wesel pertama yang dilewati kereta api sampai kereta api berhenti di stasiun atau sampai melewati wesel terakhir untuk kereta api yang berjalan langsung. Rumah sinyal ini juga menjaga agar jalur kereta api yang akan dilewati tidak ada gangguan dan menjaga kereta api berhenti di tempat yang ditentukan atau berjalan langsung.
Rumah sinyal ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan surat keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 tahun 1993. Dan juga dilindungi UU Cagar Budaya No 11 tahun 2010.
(rna/ndr)