Rakyat berdaulat menentukan dan memilih wakil-wakilnya yang duduk di lembaga legislatif dan eksekutif. Lalu apa dasar yang digunakan rakyat dalam menentukan pilihan?.
Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifuddin menyebut ada dua model yang digunakan rakyat dalam menentukan pilihannya. Pertama, pilihan berdasar kesamaan visi dan misi antara rakyat dengan yang dipilih.
“Ada kecocokan atau kesamaan di hati rakyat bahwa yang dipilih itu bisa dipercaya dan mampu menjaga amanah serta memperjuangkan aspirasi rakyat,” kata Lukman saat berbincang dengan detikcom, Jumat (21/3).
Model kedua adalah transaksi pilihan berdasar pada kesamaan atau kecocokan nilai uang sebagai harga, suara diperjualbelikan. “Wani piro? Itulah pertanyaan yang sama-sama dilontarkan antar pemilih dan yang dipilih. Kecocokan harga menjadi dasar pilihan bagai transaksi di pasar,” kata politisi yang maju sebagai calon legislator PPP daerah pemilihan Jawa Tengah VI ini.
Menurut Lukman praktik politik wani piro sangat berbahaya bagi alam demokrasi di Indonesia. Dalam praktik ini hubungan pemilih dan yang dipilih begitu instan, dan hanya sesaat. Hubungan keduanya langsung putus saat transaksi selesai dilaksanakan.
Wal hasil saat sang politisi sudah duduk di parlemen, pemilih tak lagi leluasa menuntut agar aspirasinya diperjuangkan. Pasalnya hak suara mereka telah tergadaikan. Kalau pun ada pemilih yang setelah menerima bayaran menuntut agar aspirasinya disalurkan, si politisi mudah mengabaikan.
“Dengan uang yang telah dia bayarkan, yang dipilih merasa suara itu telah menjadi milik dia. Hak pemilih telah ia beli, kontan dan lunas dibayar. Transaksi selesai,” kata Lukman.
Praktik politik wani piro juga mengancam masa depan politisi yang potensial, dan benar-benar ingin memperjuangkan rakyat. Langkah mereka ke parlemen terganjal karena tidak memiliki dukungan finansial yang kuat.
(erd/van)