Kisah Pak Djon, Sopir dan Asisten Pribadi Pelukis Affandi

Kisah Pak Djon, Sopir dan Asisten Pribadi Pelukis Affandi

- detikNews
Selasa, 18 Mar 2014 19:18 WIB
Foto: Bagus Kurniawan/detikcom
Yogyakarta - Maestro pelukis Baharudin Affandi Kusuma atau Affandi meninggal belasan tahun lalu. Karya-karyanya masih abadi. Selain anggota keluarga, ada satu saksi yang bisa mengungkapkan kehidupan keseharian Affandi. Dia adalah Pak Djon, sopir sekaligus asisten pribadinya.

Nama lengkapnya Suhardjono, biasa dipanggil Pak Djon (80). Pak Djon menjadi mendampingi Affandi sejak tahun 1961 hingga 1990.

"Tiga puluh tahun lamanya saya jadi sopir Pak Affandi sekaligus jadi asisten. Semua alat lukis yang menyiapkan saya," kata Suhardjono kepada wartawan di Sangkring Art Space, Nitiprayan, Bantul, Selasa (18/3/2014).

Menurut Djon, Affandi adalah seorang yang nasionalis. Hal itu terungkap dari ucapan Affandi yang sampai sekarang masih diingatnya.

"Djon, sejak dilahirkan sampai meninggal, menurut perasaan saya, saya ini tidak pernah mengkhianati negara saya sendiri," kata Djon menirukan ucapan Affandi waktu itu.

Dia mengaku sampai sekarang masih banyak didatangi para seniman, terutama para kolektor berkaitan dengan keaslian dari lukisan Affandi. Meski tidak pandai melukis, dia akan mengetahui dan hapal dengan lukisan-lukisan Affandi.

"Ada banyak kisah saya bersama Affandi. Itu yang kemudian mengubah garis hidup saya," ungkap Pak Djon.

Kenangan bersama Affandi itu dibukukan dengan judul "dia datang, dia lapar, dia pergi, Kenangan Pak Djon, Sopir dan Asisten Pribadi, tentang Pelukis Affandi (1907-1990). Buku setebal 308 halaman itu ditulis Hendro Wiyanto dan Hari Budiono.

Begitu lamanya Pak Djon menemani kemana pun Affandi pergi, baik di Indonesia dan di luar negeri. Orang-orang yang mengenalnya pun banyak yang menyebut 'Djon Affandi'. Pak Djon dan Affandi pun seakan tidak terpisahkan.

Menurut penulis Hari Budiono, sosok Affandi tak bisa lagi dibayangkan seutuhnya tanpa kesetiaan dan pelayanan Pak Djon selama 30 tahun. Dalam banyak urusan, Affandi selalu bertanya dulu kepada Pak Djon "Piye, Djon?"

"Kalimat itu selalu terucap oleh Affandi," katanya.

Affandi selalu kebelet melampiaskan naluri kesenimanannya. Kapan saja dia bisa melukis. Dia itu 'lapar melukis'. Bagi Affandi sendiri, sebagai seniman, dorongan naluriah semacam itu tak mungkin bisa ditunda. Juga tak bisa diketahui kapan datangnya.

"Pada saat kebelet, ribet bertarung dengan emosinya sendiri, kehadiran dan keterampilan Pak Djon menjadi sangat dibutuhkan. Pak Djon dengan cekatan menyediakan kebutuhan Affandi ketika melukis," katanya.

Pak Djon sudah tahu apa yang harus disiapkan dan dikerjakan. Kanvas yang ukurannya tertentu, sifat permukaannya yang sedikit kasar, warna, dan merek cat yang paling mengena sampai melap tubuh seniman yang kotor penuh dengan sisa minyak dan cat.

"Semua itu dikerjakan Pak Djon," kata Hari.

Setelah Affandi meninggal 23 Mei 1990 dan dimakamkan di dekat museum di Jl Laksda Adisutjipto Yogyakarta atau di tepi Sungai Gajah Wong, Pak Djon menjadi rujukan banyak orang tentang lukisan-lukisan Affandi. Baginya, Affandi boleh saja tiada, tapi kenangan terhadap sosok sang maestro itu tetap akan ada.

(bgs/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads