"Ada kendala di lapangan, peraturan KPU tentang alat peraga baru berlaku Agustus 2013, sementara calon sudah ditetapkan sebelumnya. Bahkan saat masih bakal caleg ada yang sudah siapkan alat peraga, sehingga mereka sudah punya stok," kata komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak dalam diskusi di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (10/3/2014).
Menurut Nelson, akibat caleg sudah menyiapkan stok atribut kampanye, maka caleg mungkin berpikir akan seperti pemilu sebelumnya yang bisa memasang atribut sebanyaknya. Padahal tahun ini ada aturan yang ketat dari KPU.
"Begitu ditertibkan ada lagi. Dan mereka tidak pasang sendiri tapi ada pihak ketiga, mereka (pihak ketiga) tidak peduli pelanggaran atau tidak. Jadi sangat repot dalam penegakan hukum terkait peraga kampanye," ujarnya
Masalah kemudian muncul ketika fungsi Bawaslu terhadap pelanggar administrasi hanya sanksi penertiban, bahkan dugaan laporan tindak pidana pun hampir tidak ada yang bisa tuntas. "Karena sanksinya hanya penertiban, jadi kita berlomba-lomba (dengan caleg)," tuturnya.
Masalah paling klasik yang sulit dijawab adalah soal 'cap' melanggar harus memenuhi 4 unsur pelanggaran kampanye secara akumulatif. Parpol selalu berkelit dengan tidak terpenuhinya keempat unsur kampanye. Yaitu ada visi misi atau program, ada atribut partai, ada ajakan dan dilakukan saat masa kampanye.
"Undang-undang kita terlalu banyak celah yang bisa disiasati, yang selalu kita mintakan ke caleg harusnya mereka jadi contoh. Kita harus melihat apa tujuan dari hukum, hukum itu untuk kepentingan bersama," ucapnya.
"Kalau mereka melihat tidak jelas sanksinya, nggak mungkin akan tertib. Kalau dalam moral tidak ada kepatuhan pada hukum, seperti apa jadinya?" kriitik anggota DKPP itu.
(iqb/van)











































