Kasus bermula saat pihak RSUD melakukan lelang alat radiologi MRI 3 TESLA pada 2009 silam. Kartini selaku Dirut PT Kamara Idola ikut tender dan memenangkannya dengan nilai kontrak Rp 34,5 miliar. Versi jaksa, dalam proses tender tersebut terjadi patgulipat harga dan permainan sehingga negara merugi Rp 8,2 miliar.
Atas perbuatan tersebut, Kartini lalu diadili dan pada 16 Januari 2013 jaksa menuntut Kartini dijatuhi 6 tahun penjara. Atas tuntutan itu, Pengadilan Negeri (PN) Aceh menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Aceh. Hakim tinggi juga menjatuhkan hukuman uang pengganti Rp 8,2 miliar sebagai ganti kerugian negara. Atas vonis ini, Kartini lalu kasasi dan dikabulkan.
"Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan," putus majelis kasasi seperti dilansir website MA, Senin (10/2/2014).
Duduk dalam majelis hakim tersebut Artidjo Alkostar, Surachmin dan Prof Dr Krisna Harahap. Dalam pertimbangannya, majelis menyatakan tidak ada mark up harga. Penyedia barang juga diwajibkan untuk melakukan pelatihan on site dan pelatihan di Jerman serta menyediakan spare part selama 10 tahun.
"Keuntungan yang diperoleh PT Kamara Idola, PT Beta Medical dan PT Siemens Indonesia sebesar Rp 8,2 miliar adalah keuntungan yang diperoleh tanpa adanya perbunatan melawan hukum sehingga tidak dapat dikatakan sebagai kerugian negara," ucap Surachmin dan Krisna.
Namun vonis ini tidak bulat. Artidjo menilai Kartini telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 8,2 miliar. Kartini sebagai Dirut memberikan persyaratan tidak sebenarnya hingga tander dimenangkan.
Hal ini sesuai hubungan kausul dengan kerugian keuangan negara sesuai laporan hasil audit BPKP tertanggal 16 November 2011 sebesar Rp 8,2 miliar. Tetapi suara Artijo kalah suara dengan dua hakim ad hoc tersebut. Alhasil, Kartini pun bebas pada 2 Oktober 2013 lalu.
(asp/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini