"Awal kejadiannya saya berangkat dari Huno Tawao Malaysia ke Nunukan pada 29 November 2011. Keesokannya saya naik kapal di Pelabuhan Nunukan, hendak pulang ke Sinjai melalui Pelabuhan Pare-pare," kata Subaedah seperti detikcom kutip dari putusan Pengadilan Negeri (PN) Sinjai, Senin (10/2/2014).
Subaedah ke Malaysia bertemu Rahma, istri Simangga. Pulangnya, Rahma menitipkan tas keranjang plastik yang berisi bekal makanan untuk perjalanan. Subaedah pulang bersama Haris dan Sumiati.
Sesampainya di Pelabuhan Pare-pare, perjalanan dilanjutkan dengan angkutan umum yang berisi Haris, Sumiati, Dedi dan sopir bernama Ambo. Sesampainya di Terminal Bongki, Sinjai, angkutan umum diarahkan ke kantor Polres Sinjai dan langsung digeledah.
"Saya tidak tahu dari mana petugas polisi menemukan bungkusan sachet kopi. Menurut polisi, bungkusan kopi itu dari keranjang plastik yang dibawa saya," cerita Subaedah.
Namun benarkah demikian? Subaedah tidak yakin jika ada kopi dalam tas keranjangnya. Sebab sejak tas keranjang itu diberikan Rahma, dia tidak pernah membukanya. Subaedah hanya mengetahui keranjang itu isinya bekal makanan selama perjalanan dari Malaysia-Sinjai. Tapi bekal makanan itu pun tidak pernah dibuka dan Subaedah memilih makan makanan di kapal.
"Usai turun dari kapal, tas keranjang itu diangkut Ambo ke angkutan umum," ceritanya.
Atas hal itu, Subaedah dihukum 5 tahun penjara, begitu juga dengan Simangga. Namun hakim agung Prof Dr Surya Jaya merasa ada yang janggal. Sebab hingga persidangan berakhir, tidak terbukti jika Simangga memesan narkoba ke Rahma. Istrinya itu tidak dihadirkan di pengadilan, padahal sudah diperiksa Polres Sinjai.
"Simangga tidak pernah berhubungan melalui SMS maupun telepon dengan Rahma dan Subaedah membicarakan narkotika. Bagaimana mungkin terdakwa harus dipersalahkan?Apalagi Simangga tidak mempunyai peran apa pun dalam hal ditemukannya narkotika dalam keranjang tersebut," kata Surya Jaya.
(asp/nrl)