Judi menjanjikan kekayaan
Bohong, kalaupun kau menang
itu awal dari kekalahan”
Syair di atas adalah penggalan dari lagu 'Judi' karangan Raden Haji Oma Irama. Tak ada yang aneh dari bait lagu tersebut. Namun nyatanya tembang dalam irama dangdut yang juga dinyanyikan oleh si penciptanya sendiri itu mampu membuat telinga penguasa kala itu merah.
Memang saat itu Rhoma tengah mengkritik kebijakan pemerintah yang melegalkan perjudian, seperti Porkas dan SDSB. Akibatnya masyarakat pun keranjingan 'main' SDSB dan Porkas.
Pada saat bersamaan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin juga melegalkan praktik perjudian di Ibu Kota. Sebuah buku, Rhoma Irama: Politik Dakwah Dalam Nada yang diluncurkan di Jakarta hari ini, Jumat (7/3) merangkum kemarahan Gubernur Ali Sadikin terhadap Rhoma.
“Hai Rhoma, memang kamu sudah memiliki lumbung apa sampai berani melawan pemerintah,” kata Ali Sadikin seperti dikutip detikcom dari buku karangan Moh. Shofan tersebut.
“Saya tidak punya uang,” jawab Rhoma.
“Apa kamu siap mati,” tanya Gubernur Ali Sadikin.
“Saya siap mati,” kata Rhoma dengan suara tenang.
Tak hanya lagu 'Judi', sederet lagu juga diciptakan Rhoma untuk mengkritik pemerintah. Misalnya pada pertengahan tahun 1980-an dia mencipta lagu 'Hak Asasi Manusia'. Tembang ini diciptakan pria kelahiran Tasik Malaya, Jawa Barat 11 Deseember 1946 itu untuk mengkritik sikap Orde Baru yang tak menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Pada kurun waktu itu pemerintahan Orde Baru memang sangat represif. Melalui Partai Golongan Karya, saat itu penguasa main intimidasi terhadap warga yang dianggap kritis. Maka lahirlah lagu 'Hak Asasi Manusia' tersebut.
Sebelumnya Rhoma juga harus berurusan dengan pemerintah akibat syair lagunya. Tahun 1977, pemerintah Orde Baru mencekal lagu Rhoma yang berjudul 'Rupiah'. Televisi Republik Indonesia, satu-satunya TV yang beroperasi saat itu tidak mengizinkan Rhoma dan Soneta Group tampil di stasiun milik pemerintah itu.
Tak hanya dalam bentuk pencekelan terhadap lagu atau intimidasi, akibat kritikannya Rhoma juga sempat empat kali mengalami percobaan pembunuhan di zaman Orde Baru. Segenap upaya intimidasi itu tak mampu 'membungkam' Rhoma.
Dia tetap melakukan kritik keras terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap menyimpang. Sempat mencoba mengritik lewat parlemen dengan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, namun Rhoma tak merasa cocok.
Dia keluar, dan si 'Satria Bergitar' tetap konsisten mengkritik lewat nada dan musik.
(erd/brn)