Alhasil, PK bisa diajukan berkali-kali asal ada bukti baru atau yang disebut novum. Menurut MK, PK harus berkali-kali karena terkait hak asasi manusia.
"Menimbang bahwa benar dalam ilmu hukum terdapat asas litis finiri oportet, yakni setiap perkara harus ada akhirnya. Namun menurut Mahkamah, hal itu berkaitan dengan kepastian hukum," bunyi pertimbangan dalam putusan yang diunggah ke situs resmi MK, Kamis (6/3/2014).
MK menilai asas litis finiri oportet tidak diterapkan secara rigid karena hanya membolehkan PK satu kali. "Terlebih lagi manakala ditemukan adanya keadaan baru (novum)," tulis MK dalam putusan yang dimohonkan Antasari Azhar ini.
Benteng terakhir konstitusi ini juga menilai PK bertentangan dengan asas keadilan yang menurut MK dijunjung tinggi kekuasaan kehakiman di Indonesia. MK pun berpendapat pasal 268 ayat 3 KUHAP yang menyatakan PK hanya bisa diajukan satu kali melanggar konstitusi.
"Pengajuan PK tidak terkait dengan jaminan pengakuan, serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan tidak terkait pula dengan pemenuhan tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis," bunyi pertimbangan MK.
(vid/van)