Pada kenyataannya, Jokowi dan Ahok ibaratnya sudah seperti dwi-tunggal. Ahok, berujar dia dan Jokowi punya resep yang sederhana dalam menjaga hubungannya tetap mesra. Salah satu yang menurutnya jadi sumber konflik kebanyakan para kepala daerah adalah rasa ego yang berlebihan yang timbul dari wakil.
"Resepnya sederhana. Pertama lu wakil mesti tahu diri bahwa lu itu wakil. Kedua, jangan pernah berpikir lebih laku daripada nomor satu, kalau lu pikir lebih laku atau merasa sama hebat, kenapa lu gak jadi nomor satu saja nyalonin jadi gubernur lawan dia,” katanya ketika ditemui detikcom di ruang kerjanya, Rabu (05/03/2014).
Lebih lanjut Ahok mengatakan dia selalu menempatkan diri tidak lebih tinggi dari posisi yang di atasnya, yakni Gubernur Jokowi. “Banyak yang berantem karena merasa sama hebat, nah saya gak hebat, yang hebat itu Jokowi. Makanya saya damping dia, jadi gak mungkin berantem kan,” kata Ahok yang mengenakan seragam safari coklat khas pegawai negeri.

Bagi Ahok sadar diri bukan berarti lantas tak punya gigi alias jadi berprinsip “Asal Bapak Senang”. Sebaliknya, wakil yang baik tetap menunjukkan integritas dan karakter yang kuat. Itu sebabnya, seorang Ahok tetap santai menunjukkan sifat aslinya yang keras dan ceplas-ceplos, meski sangat bertolak belakang dengan Jokowi yang 'njawani'.
“Iya dong, kita tetap kita dong, tapi saya sadar enggak mungkin menang lawan dia. Kalau ketegasan itu karakter kita, enggak ada hubungan. Yang jadi berantem itu bukan karena karakter beda, tapi ketika merasa 'lu enggak sehebat gua',” papar Ahok menjelaskan.
Mantan Bupati Belitung Timur ini lantas menambahkan, ia punya resep khusus untuk menjaga keharmonisan hubungannya dengan Jokowi. Resep itu yakni dengan menempatkan diri sebagai orang kepercayaan gubernur. Hal ini ditunjang dengan upaya keduanya untuk menghindari konflik kepentingan.
“Saya posisikan saya itu sebagai staf pribadi beliau, saya mau yakinkan beliau bahwa orang yang paling kamu percaya di pemprov DKI adalah wakil kamu," tutur Ahok. "Nah kalau kita enggak ada kepentingan pribadi nyolong duit atau berebut nama, mana mungkin berantem,” lanjut dia.
Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia Ari Junaedi menilai selama Ahok berpasangan dengan Jokowi bisa dikatakan sebagai pasangan kepala daerah yang kompak. Selain punya kualitas dan bersih, dua sosok ini memikirkan kepentingan masyarakat.
Hal ini pula yang membedakan dengan pasangan kepala daerah yang cenderung bercerai karena tidak punya persamaan pola pikir. “Keduanya punya karakter saling melengkapi, punya pola komunikasi dan kepemimpinan yang jadi kunci keberhasilan memimpin Jakarta. Kalau saya rasa pendamping Ahok tentunya orang seperti Jokowi,” ujar Ari saat dihubungi detikcom, Rabu (05/03/2014).
(ros/brn)