"Saya harusnya berangkat Januari tapi ditunda jadi 26 Februari, terus ditunda lagi 9 Maret," ujar salah seorang korban, Herawati (57), di depan kantor PT Linus, Jl Cimandiri, Jakarta Pusat, Senin (3/3/2014).
Herawati mengaku telah membayar sebanyak Rp 10,5 juta pada PT Linus. Ia memulai cicilannya sejak bulan Juni 2012 dengan nominal Rp 200 ribu setiap bulan.
Menurutnya, PT Linus hanya meminta bayaran sebanyak Rp 2,2 juta untuk memberangkatkannya umroh pada tahun 2014 awal. "Sisanya katanya ada swadaya dari PT mana gitu," ucap Herawati.
Namun pada bulan April 2013, ia diminta uang lagi sebanyak Rp 1.250.000. Terakhir, warga Plumpang, Jakarta Utara ini diminta dana sebesar Rp 7.500.000.
"Katanya karena dollar naik, jadi mesti nambah. Ternyata sampai sekarang belum berangkat juga," katanya.
Keluhan serupa juga disampaikan oleh Haironah (43), warga Gading Raya, Jakarta Utara. Selain calon jamaah, Haironah juga menjadi leader bagi 132 orang lainnya.
"Jamaah saya sudah berangkat 25 orang. Tapi yang sisanya ini nggak jelas," ucapnya berapi-api.
Haironah telah melaporkan Direktur Utama PT Linus, Ahmad Nassa, ke Mapolres Jakarta Pusat atas dugaan penipuan. Sebab pria yang kini tak diketahui keberadaannya itu tak memberi kejelasan sama sekali terkait keterlambatan keberangkatan umroh.
Sementara itu, kantor PT Linus di lantai 3 gedung Cimandiri One tampak sepi. Hanya ada 2 karyawan di ruangan berukuran 6x8 meter tersebut.
"Saya nggak tahu apa-apa. Masalah keberangkatan, uang pembayaran dan lainnya bukan saya yang tangani," kata karyawan bagian logistik, Yusuf.
Pria yang baru 3 bulan bekerja di PT Linus ini baru 2 kali bertemu bosnya. Sementara keberadaan si bos saat ini tak terdeteksi.
"Nggak tahu Pak Ahmad di mana. Dengar-dengar habis disekap oleh jamaah asal Makasar," katanya.
Kini ratusan jamaah lainnya tengah mengadu ke Polda Metro Jaya. Sebagian meminta segera diberangkatkan, sementara sebagian lainnya meminta uangnya kembali.
(kff/aan)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini