Alasannya menurut Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud itu, kasus jual beli ijazah palsu banyak memanfaatkan bocornya arsip lembaga pendidikan. Sebab, jika arsip sampai diutak-atik dari aslinya, maka peluang untuk aksi jual beli ijazah jadi makin terbuka lebar.
“Itu (jual beli ijazah) bisa terjadi karena ada kelengahan dalam mengelola arsip,” kata Ibnu kepada detikcom, Kamis (27/2) kemarin.
Menurut Ibnu, salah satu alur dalam jual beli ijazah asli tapi palsu adalah dengan mengatur agar seseorang calon pembeli seakan-akan pernah sekolah atau kuliah di lembaga pendidikan tertentu. Kemudian, ijazahnya akan dikeluarkan oleh lembaga tersebut.
“Peluangnya, kalau sebuah sekolah kehilangan arsipnya, nanti akan ada tiba-tiba nyelonong meminta ijazah dan mengakui pernah sekolah di situ,” papar Ibnu.
Dia menekankan bahwa pengawasan jual beli ijazah asli tapi palsu lebih rumit daripada ijazah yang benar-benar palsu. Dia mencontohkan praktik pembuatan ijazah palsu di pinggir jalan yang susah diawasi, namun mudah terdeteksi kepalsuannya.
“Yang rumit kalau yang aspal, dia disisipkan ke dalam arsip. Ini yang perlu kami ingatkan terus ke pengelola lembaga pendidikan,” papar Ibnu.
Tak hanya soal arsip, Ibnu menyebut jual beli ijazah asli tapi palsu juga bisa terjadi lantaran adanya oknum yang melakukan kongkalikong. Misalnya, peraturan akademiknya jika seorang mahasiswa sudah droup out, maka dia tidak berhak memperoleh ijazah dari sekolah itu.,
“Kalau masih ada juga yang bisa mendapat ijazah walaupun sudah di DO, itu jadi pertanyaan. Berarti kongkalikong kan begitu,” kata dia.
Oleh karena itu, kata Ibnu, pihaknya melakukan pengawasan dalam mekanisme pelaporan. Perguruan Tinggi harus melaporkan perkembangan siswa dan kegiatan akademiknya tiap semester ke Pusat Data Perguruan Tinggi (PDPT). PDPT di bawah Direktorat Pendidikan Tinggi.
Sementara untuk mengawasi pemalsuan di tingkat sekolah, menurutnya diawasi oleh Dinas. Jika ada ditemukan sekolah atau universitas yang terindikasi datanya ada penyusupan, maka sanksi yang diberikan adalah pencabutan izin.
“Sekurang-kurangnya Dirjen Dikti akan memberikan peringatan. Kalau bermain curang terus ya universitasnya bisa dicabut izinnya,” kata dia.
Enam bulan lalu, Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap sejumlah orang terkait kasus jual beli ijazah palsu. Kasus ini terungkap setelah polisi menelusuri sebuah iklan di internet yang menawarkan bisa mengeluarkan ijazah tanpa harus belajar di lembaga pendidikan.
“Dia jual ijazah palsu dari SD, SMP, SMA sampai doctor, dari dalam bahkan sampai luar negeri juga ada,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto kepada detikcom, Kamis (27/2) kemarin.
(erd/erd)