"Bahwa dalam UU no 30 tahun 2002 tentang KPK, tidak ada satu kalimat atau kata pun yang memberi hak bagi KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terkait TPPU," kata Akil saat membacakan nota keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tipikor, Jl. HR Rasuna Said, Jaksel, Kamis (27/2/2014).
Akil juga menyebutkan bahwa UU 15/2002 yang telah diubah dengan UU 25/2003 tentang TPPU juga tidak memberikan kewenangan kepada KPK untuk melakukan proses penyelidikan penyidikan dan penuntutan kemudian UU 15/2002 yang diperbaiki UU 25/2003 telah dicabut dan diganti UU 8/2010 tentang TPPU. Dalam penjelasan pasal 74 UU 8/2010 hanya memberi kewenangan pada KPK sebagai salah satu penyidik tindak pidana asal dan itu pun disebut dengan kata "dapat" melakukan tindakan penyidikan dan apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya TPPU sesuai kewenangannya.
"Dengan demikian, KPK hanya diberikan kewenangan terbatas terkait penyidikan TPPU. Apabila ada bukti permulaan yang cukup pada tindak pidana asalnya yaitu tindak pidana korupsi," ujar Akil.
Akil juga menilai dakwaan TPPU kepada dirinya melanggar hak asasi manusia karena menggunakan UU yang telah dicabut. "Dakwaan keenam melanggar pasal 28 I UUD 1945 karena menggunakan UU yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," kata mantan politikus Golkar ini.
Menurut Akil, dakwaan keenam menggunakan pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU 15/2002 untuk menjerat asal- usul harta kekayaan Akil yang ia peroleh sejak 17 April 2002-21 Oktober 2010. Padahal UU 15/2002 yang diperbaiki dengan UU 25/2003 telah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
Akil meyakini bahwa penuntut umum akan berdalih dengan pasal 95 UU 8/2010 yang menyebutkan bahwa TPPU yang dilakukan sebelum berlakunya UU tersebut diputuskan menggunakan UU 15/2002 yang telah diubah dengan UU 25/2003.
"Bila UU ini dipergunakan untuk memeriksa dan memutus perkara seseorang maka ada 2 UU TPPU. Hal ini tidak mungkin dan melanggar asas kepastian hukum. Hal ini sudah saya ajukan saat saya diperiksa penyidik tentang adanya penggunaan UU yang tidak berlaku dan sudah dicabut. Tapi penyidik beralasan hal tersebut merupakan hal yang biasa dilakukan penyidik KPK. Nah, bagaimana mungkin dan di luar akal sehat, UU yang sudah dicabut masih menjadi dasar untuk mendakwa dan menuntut serta mengadili," kata Akil.
Ia menilai selain tidak sesuai dengan asas legalitas, hal ini juga bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 I yang menyatakan tentang hak asasi manusia termasuk hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang belaku surut.
"Dakwaan keenam melanggar UUD 1945 dan memperkosa hak asasi manusia. Dengan demikiran surat dakwaan yang masih menggunakan UU yang sudah dicabut dalam dakwaan keenam jelas keliru harus dinyatakan batal demi hukum," kata Akil.
Akil didakwa menerima duit suap Rp 57,78 miliar plus USD 500 ribu dan total pencucian uang Rp 181 miliar. Dia didakwa menerima hadiah atau janji dalam penanganan 15 sengketa Pilkada.
(mad/mad)











































