“Aku tidak setuju. Jangan hanya asal hadir tapi juga harus aktif. Namun masih lebih baik hadir pasif daripada sama sekali tidak hadir,” kata Ruhut kepada detikcom, Ahad (23/2) kemarin.
Alasan Ruhut didukung oleh fakta yang disodorkan Badan Kehormatan DPR. Wakil Ketua BK Siswono Yudohusodo mengatakan sejak satu tahun sebelum pemilihan umum digelar, prestasi DPR sudah makin menurun karena tingkat kehadiran yang makin berkurang.

“Dengan ketentuan suara terbanyak ini, mereka lebih konsentrasi ke dapilnya untuk memenangkan kembali dirinya,” lanjut Siswono.
Ke depannya kondisi tersebut akan makin memprihatinkan. Dia memprediksi prestasi DPR akan makin merosot dari segi produktifitas. Semakin mendekati tanggal pemilihan pada 9 April nanti, para wakil rakyat akan makin sibuk berkonsentrasi ke dapil dan meninggalkan sidang –sidang di DPR yang menjadi tanggungjawab mereka.
“Jadi memang sampai Oktober nanti, sulit membayangkan DPR ini akan produktif,” kata Siswono.
Pengamat politik dari Pol-Tracking Institute Hanta Yudha menilai Calon legislator inkumben dilanda kepanikan. Mereka takut kehilangan kursinya kalau tidak gencar hadir di daerah pemilihannya menjelang Pemilu ini.
Persoalannya karena sebagian besar politikus ini tidak punya pola pikir jangka panjang menyesuaikan sistem di parlemen. Mestinya para legislator ini memanfaatkan masa reses untuk mengunjungi konstituen.
Faktanya banyak politisi di Senayan yang tidak memanfaatkan kesempatan siklus lima tahunan ini untuk mengunjungi konstituen. Malah justru sebaliknya menjelang Pemilu, mereka baru aktif turun ke dapil sehingga mengorbankan kewajiban pekerjaannya.
Cara ini menurutnya jelas membuat anggota DPR bakal melupakan tugasnya karena fokus mereka ke dapil. Apalagi kalau mengacu 95 persen dari 560 anggota parlemen Senayan yang saat ini maju lagi sebagai caleg.
(erd/erd)











































