"Penyidik polisi saat membuat BAP memiliki kewenangan mandiri. Walau demikian kemandirian itu tunduk pada petunjuk jaksa. Jadi bila terjadi hal-hal seperti ini maka tidak hanya penyidik yang bertanggung jawab, namun juga jaksa penuntut umum," kata komisioner Kompolnas M Nasser, dalam pesan singkat yang diterima detikcom, Sabtu (22/2/2014).
Menurut Nasser, rekayasa kasus tidaklah bisa dilihat sebagai kasus perkasus yang berdiri sendiri. Ke depan harus bisa menjadi bagian dari evaluasi umum atas sistim peradilan pidana di Indonesia.
"Hal yang menarik ini menjadi perhatian Kompolnas," ujarnya.
Nasser menjelaskan apa yang harus dilakukan agar kasus rekayasa tidak terus terulang. Salah satunya adalah profesionalisme yang harus ditingkatkan dari seorang penyidik.
"Tingkatkan profesionalisme penyidikan dan penuntutan. Lakukan pelatihan secara terus menerus, pendidikan penjurusan diasah, buat instrumen evaluasi kemampuan penanganan kasus secara matriks dan komprehensif," jelasnya.
Contoh rekayasa kasus yaitu pada kasus Suardi yang disiksa oleh polisi untuk mengakui terlibat dalam kasus pencurian sepeda motor di Kampung Gunung Batin Udik, Kecamatan Terusannunyai, Lampung Tengah.Akibat disiksa, Suardi yang hanya berijazah SMP pun mengakui dan membuka kebenaran di pengadilan. Akhirnya Suardi dibebaskan baik oleh Pengadilan Negeri (PN) Gunungsugih maupun MA.
"Beri sanksi pada penyidik dan penuntut umum yang ternyata di pengadilan perkara mereka dibebaskan hakim. Sanksi harus mendidik dan berorientasi pada perbaikan kualitas SDM. Yang dievaluasi tidak saja kinerjanya tetapi juga integritasnya," lanjut Nasser.
(rna/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini