Belajar dari Kasus Atut, Kepala Daerah Bersatus Tersangka Disarankan Mundur

Yang Bertahta dari Balik Penjara

Belajar dari Kasus Atut, Kepala Daerah Bersatus Tersangka Disarankan Mundur

- detikNews
Senin, 17 Feb 2014 18:55 WIB
Ratu Atut ditahan KPK. (Foto - detikcom)
Jakarta - Margarito Khamis haqul yakin, jika seorang kepala daerah tetap bertahan pada posisinya saat bersatus tersangka akan muncul banyak persoalan. Pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia ini mencontohkan kasus amburadulnya laporan Anggaran Pendaparan dan Belanja Daerah Banten.

Akibat Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah tak mau mundur setelah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi, sejumlah proyek pembangunan Banten terancam berhenti. Bahkan gaji untuk Pegawai Negeri Sipil pun sempat terancam gagal dibayarkan.

“Ini enggak etis karena penyelenggaraan negara terhambat sama orang yang di penjara. Undang-Undang ini sangat lemah luar biasa. Bukannya bantu pemberantasan korupsi,” kata Margarito saat dihubungi detikcom, Sabtu (15/2).

Dia pun mengusulkan agar pemerintah mengajukan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini dinilai memiliki kelemahan dan tidak bisa membantu pemberantasan korupsi di dalam negeri.

“Konyol betul bangsa ini. Logika apa yang mengatakan keberhasilan kepemimpinan tercapai kalau dari balik penjara selama berbulan-bulan,” kata Margarito.

Menurut dia, tak ada ruginya pemerintah merevisi atau membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang kepala daerah yang tersangka langsung diberhentikan.

Malah langkah ini akan mendapat dukungan karena bertujuan memberantas korupsi yang sekarang sedang lagi gencarnya. Namun, persoalannya adalah di pihak pemerintah dan DPR yang terkesan tidak sejalan. “Kalau hambatan saya rasa enggak ada karena sekarang atmosfer pemberantasan korupsi lagi kuat. Ya, ini kan tergantung lagi keberanian pemerintah terutama presiden. Kalau ingin banget, no problem,” papar Margaritho.

Staf Ahli Bidang Hukum, Politik, dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek mengatakan, jika setiap kepala daerah dengan status tersangka sudah bisa diberhentikan bakal percuma.

“Pertanyaan kita sederhana. Selama orang menjadi tersangka, oke diberhentikan. Tapi, kalau belum dibuktikan di pengadilan tapi sudah diberhentikan ya percuma,” kata pria yang akrab disapa Donny ini.

Persoalan adalah ketika ternyata pada akhirnya si kepala daerah dinyatakan tidak melakukan tindak pidana korupsi. Sehingga pemerintah tetap pada sikapnya yakni merekomendasikan kepala daerah diberhentikan saat menyandang status terdakwa.

Kemudian, jika sudah diputuskan oleh pengadilan dan berkukatan hukum tetap, Kementerian Dalam Negeri langsung merekomendasikan agar kepala daerah tersebut diberhentikan.

Sejauh ini yang bisa dilakukan kementerian adalah menghimbau agar kepala daerah yang berstatus tersangka dan ditahan agar mundur. Kemudian, tongkat estafet pemerintahan dilimpahkan kepada wakilnya. Hanya memang, keberanian untuk mundur tergantung dari yang bersangkutan.

“Itu kan tergantung orangnya masing-masing. Ada sih yang seperti itu legowo supaya bisa fokus menjalani proses hukum. Kalau enggak, ya harus nunggu pemberkasan P21 dari KPK untuk masuk persidangan,” kata Donny.


(erd/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads