Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Sebastian Salang, menekankan apalagi dengan sistem suara terbanyak, di mana publik memilih orang bukan hanya partai, maka informasi tentang caleg menjadi mutlak diperlukan.
Namun, kenyataannya, kata dia, sulit sekali menemukan informasi yang cukup tentang caleg dari penyelenggara. Celakanya, partai pun tidak mendorong kadernya agar memberikan informasi seluas-luasnya yang jadi dasar menjatuhkan pilihan.
“Penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU maupun KPUD, masih terjebak hanya dalam urusan administrasi belaka,” kata dia kepada detikcom, Kamis (13/02/2014). “Bagi KPU yang penting seorang caleg sudah menyerahkan CV, itu dianggap sudah memenuhi, meskipun CV-nya itu tidak memberikan banyak informasi yang dibutuhkan masyarakat,” lanjut dia.

Ia menyayangkan sikap lembaga tersebut yang dinilainya tak mendorong terwujudnya demokrasi yang lebih esensial. Masyarakat akan sulit dapat info tentang caleg yang akan dipilih. Sementara sosialisasi para caleg saat ini hanya sekadar memuat foto, nomor urut, nama, dan cara mencoblos.
Karenanya Sebastian memastikan tidak bisa menjamin untuk mendapatkan wakil rakyat yang bermutu. “Bagaimana kita bisa mendapatkan caleg yang punya kualitas, integritas, dan komitmen? Akhirnya yang akan terpilih orang yang cantik, ganteng, dan berduit. Sehingga kualitas output dari pemilu itu menjadi tidak terjamin,” tegasnya.
Agar tak hanya terjebak pada hal administratif, Formappi menyarankan KPU harus menekankan pada parpol dan caleg untuk menyediakan informasi sebanyak mungkin dalam Daftar Riwayat Hidup. KPU juga disarankan untuk menyajikannya dengan mudah dan sederhana agar bisa diakses publik.
“Bagi caleg yang belum bisa menyampaikan informasi, dia harus dikembalikan kepada partainya, dan kalau dia tidak bisa memenuhi itu, ya harus dicoret. Dia harus digugurkan karena ini bukan main-main,” ujarnya menegaskan.
Pandangan serupa dikemukakan pengamat politik dari Pol-Tracking Institute, Hanta Yuda. Dia menilai banyaknya caleg yang mengisi data terkesan asal-asalan memberikan gambaran bahwa memang partai politik gagal menjaring kader terbaik.
Hanta menegaskan harusnya ada sebuah sistem yang bisa diterapkan partai untuk menjaring kader partai berkualitas. Tolok ukur yang diperhatikan adalah keseriusan merekrut caleg potensial untuk ajang pemilu.
"Bukan sekadar modal popularitas nama yang dikenal publik," ujar Hanta saat dihubungi detikcom, Kamis (13/02/2014). Dia menambahkan, KPU mestinya juga punya keseriusan dalam pengisian biodata caleg untuk situs resmi.
(hat/brn)











































