Gugatan UU Ketenagakerjaan diajukan oleh Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (FISBI). Mereka meminta MK menguji pasal 59 ayat 7, pasal 65 ayat 8 dan pasal 66 ayat 4 dalam UU tersebut.
Pasal 59 ayat 7
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu
Pasal 65 ayat 8
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3),
tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh
dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan
kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan
Pasal 66 ayat 4
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2)
huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi
hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan
FISBI merasa jika perusahaan kerap tidak melaksanakan hasil evaluasi dari badan pengawas yang menyatakan seseorang berhak diangkat jadi karyawan tetap. Tidak ada kepastian hukum yang mengatur kemana tempat untuk protes.
"Buruh sangat dirugikan dalam hal ini, ujung-ujungnya jika melakukan protes langsung, yang ada malah buruh yang di PHK," kata ketua FISMI, Komarudin, di MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu (12/2/2013).
FISBI meminta MK mengkritisi frasa 'demi hukum' di pasal tersebut. Meminta MK untuk menegaskan lembaga hukum mana yang bisa dijadikan tempat mencari keadilan.
"Kita minta kepastian hukum, jika keputusan badan pengawas tersebut tidak dilaksanakan, maka ada ruang eksekusinya," tuturnya.
Dalam sidang perdana hari ini majelis hakim konstitusi meminta pemohon melengkapi data-data yang dapat menguatkan permohonan.
"Harus dipikirkan apa saja pengaruh berlakunya UU tersebut. Agar tidak merujuk ke kasus konkrit, tapi benar-benar menguji pasal," kata hakim MK Patrialis Akbar.
Sidang ini didukung oleh 50 buruh yang menggelar aksi di pelataran gedung MK. Menggunakan alat pengeras, mereka menyuarakan tuntutannya.
(rna/asp)