Insiden pertama terjadi pada Selasa (28/1) lalu. Pesawat Sriwijaya Air salah mendarat di South Taxiway Pararel, bukan runway.
Untuk kasus Sriwijaya, co-pilot diberi kuasa oleh capten pilot untuk mendarat sehingga terjadi kesalahan fatal saat landing. Akhirnya pilot dan co-pilot dilarang terbang (grounded) untuk sementara waktu.
"Sriwijaya salah. Itu yang terbangi co-pilot. Itu di-grounded," kata Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Jakarta, Jumat (7/2/2014).
Insiden kedua terjadi pesawat Lion Air pada Minggu (2/2) Bandara Juanda, Surabaya. Lion Air mendarat hard landing. Hasil investigasi menujukkan, saat akan landing pilot memberi tugas kepada co-pilot. Alhasil, sang pilot diberi sanksi downgrade menjadi co-pilot. Sedangkan co-pilot diberhentikan oleh perusahaan.
"Yang terbang itu co-pilot. Itu boleh. Kalau ada apa-apa, capten yang tanggung jawab. Si capten boleh beri hak ke co-pilot, kalau dia sudah miliki jam terbang tertentu. Si capten, kita downgrade jadi co-pilot dan si co-pilot yang lakukan kesalahan fatal itu di-PHK," terangnya.
Terakhir terkait insiden pecah ban oleh pesawat Boeing 737-800 NG milik Garuda Indonesia di badnara yang sama pada Senin (3/2) lalu. Menurutnya, regulator masih melakukan investigasi. Informasi awal, ban pesawat telah pecah setelah take off (lepas landas) dari Bandara Soekarno Hatta menuju Juanda.
"Yang Garuda itu sedang kita evaluasi," jelasnya.
(feb/rmd)