Ganguan ini adalah cabang dari paraphilia atau kelainan seksual di mana individu mendapatkan kepuasan seksual pada individu lain secara nonkonsesual atau tanpa persetujuan.
Caranya yakni si pelaku menempelkan atau menggesekkan organ seksualnya saat berdesakan di tempat ramai yang sibuk seperti di bus, di kereta, ataupun di tempat nonton konser.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pelaku frotteurism yang disebut frotteur, kata Zoya, termasuk menderita penyakit kejiwaan yang berimbas pada penyimpangan perilaku seksual.
“Dia tidak bisa melakukan hubungan seksual secara normal, jadi tak bisa melakukan intercourse atau penetrasi seperti hubungan suami istri normal," jelas Zoya. Justru, Zoya melanjutkan, si pelaku mendapatkan kepuasan seksualnya dengan menggesekkan alat kelaminya di tempat ramai.
Umumnya, ciri-ciri pengidap kelainan ini tidak begitu mencolok. Tidak ada hal yang kelihatan mencurigakan. Dalam artian, dari segi tampang terlihat biasa. Namun ada satu ciri-cirinya yang biasanya hampir dimiliki oleh semua pengidap gangguan frotteurism.
“Mereka itu cenderung sukanya pakai celana training yang bahannya kaos, jarang pakai yang bahannya kayak jumpsuit atau jin, kalaupun pakai celana bahan, jarang ya. Dia pakai training karena dia lebih bisa merasakan gesekannya,” kata Zoya menguraikan.
Kenikmatan seksual yang dirasakan pengidap kelainan ini yakni semakin bergesekan maka si pelaku akan makin ereksi. Bahkan, lanjut Zoya, ada beberapa pelaku yang ditemukan sampai ke tahap ejakulasi.
“Tahu-tahu nanti sudah basah karena sudah ada ejakulasi dan spermanya ke mana-mana. banyak kasus seperti itu, tahun lalu juga ada kasus begitu di busway, makanya sampai dibikin terpisah (perempuan dan laki-laki ), begitu juga di kereta makanya ada gerbong khusus perempuan,” paparnya.
(ros/brn)