"Saya mundur dari ketua majelis PK dr Ayu dkk karena merasa ada conflict of interest tidak langsung karena satu orang anak saya dokter dan yang satu lagi calon dokter yang sedang co-ass sehingga bisa mempengaruhi objektivitas dan imparsialitas saya dalam mengadili kasus tersebut," kata Salman kepada detikcom, Jumat (17/1/2014).
Hal ini sesuai Pasal 220 ayat 1 KUHAP yang menyebutkan Tiada seorang hakim pun diperkenankan mengadili suatu perkara yang ia sendiri berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung. Jika memenuhi unsur ayat 1 itu maka hakim yang bersangkutan, wajib mengundurkan diri baik atas kehendak sendiri maupun atas permintaan penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya majelis PK terdiri dari Salman Luthan sebagai ketua dengan Syarifuddin dan Margono sebagai anggota. Namun susunan ini dirombak pada Kamis (16/1) dengan memasukkan 2 hakim agung baru sehingga susunannya menjadi menjadi Dr M Saleh, Maruap Dohmatiga Pasaribu, Prof Dr Surya Jaya, Syarifuddin dan Margono.
"Saya mengajukan surat pengunduran diri kepada ketua kamar pidana karena alasan tersebut dan dikabulkan," ujar Salman.
Awalnya dr Ayu, dr Hendy dan dr Hendry divonis bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Manado terkait operasi caesar yang mengakibatkan pasien meninggal dunia. Adapun anak yang dilahirkan selamat. Atas vonis ini, jaksa lalu kasasi.
Majelis kasasi yang terdiri dari Artidjo Alkostar, Dudu Duswara dan Sofyan Sitompul membalik keadaan. Ketiganya sepakat menghukum 10 bulan penjara bagi dr Ayu dkk karena kealpannya mengakibatkan pasien meninggal dunia. Vonis ini didemo besar-besaran oleh para dokter di berbagai kota di Indonesia.
(asp/van)