Dia menilai persiapan rancangan pembangunan proyek Mass Rapit Transit masih berantakan dan tidak siap. Persoalan ini menurut dia menandakan tidak profesionalnya kinerja PT MRT dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Tigor mengatakan memang sudah seharusnya penutupan terminal bus antarkota antarprovinsi Lebak Bulus ditunda. Selama penundaan itu pemerintah provinsi harus melibatkan warga yang dirugikan untuk berdialog. Dalam satu forum tersebut harus dicarikan solusi terkait jaminan pekerjaan dari akibat penutupan terminal tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara, solusi pemindahan teknis ke tiga terminal lain dinilainya bukan alternatif yang tepat. Kalau membahas perpindahan bus dari terminal Lebak Bulus ke terminal lain adalah persoalan mudah. Namun, yang bakal menjadi masalah adalah kesiapan tiga terminal penampung tersebut apakah siap secara keseluruhan.
Pasalnya, tiga terminal penampung terutama Pulogadung dinilai belum layak. “Sudah siap belum tiga terminal itu menampung. Apalagi terminal Pulogadung kan bus AKAPnya akan pindah ke Pulogebang. Kenapa enggak sekalian ke Pulogebang?,” kata dia.
Kritikan juga datang dari pengamat perkotaan Nirwono Joga. Dia menilai pemilihan Terminal Lebak Bulus sebagai depo dan stasiun utama proyek MRT kurang tepat. Mengingat lokasi dan tingkat kemacetan, semestinya Lebak Bulus hanya menjadi stasiun transit.
“Bayangkan saja kalau jadi depo, nanti semua jadi titik pertemuan dari Bintaro, Depok, Tangerang Selatan, Parung. Macetnya bakal lebih parah,” kata Nirwono kepada detikcom, Senin (6/1) kemarin.
Menurut dia, dengan melihat desain yang sesuai ruang terbuka hijau, rancangan depo dan stasiun utama MRT sebaiknya di daerah Tangerang Selatan. Hal ini sudah diusulkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta PT MRT, namun tidak digubris.
Padahal seharusnya pembangunan MRT juga melibatkan daerah penyangga Jakarta karena toh nantinya calon penumpangnya tidak hanya dari Ibu Kota. Melainkan ada juga yang dari Ciputat, Bintaro, ataupun Depok. Artinya, menurut dia mumpung belum dilakukan penutupan resmi, Pemerintah Provinsi bisa mengevaluasi dan tidak mesti membongkar total terminal Lebak Bulus.
Namun, jika Terminal Lebak Bulus tetap akan ditutup, harus dibangun terminal bayangan agar warga yang sudah tergantung tidak kesulitan. Nirwono menilai, alternatif yang ditawarkan pemerintah provinsi dengan menyediakan tiga terminanal penampung di antaranya terminal Kampung Rambutan bukan solusi yang tepat.
“Kasihan warga yang selama ini tergantung dari Lebak Bulus. Perlu terminal bayangan,” kata dia.
Nirwono juga mengkritik cara rancangan yang harus membongkar halte Transjakarta demi jalur MRT. Model ini salah karena selain tidak memperhatikan ruang terbuka hijau juga mengabaikan dampaknya. Apalagi, sarana fasilitas yang dibongkar seperti halte Transjakarta menggunakan uang rakyat.
Hal ini pula yang bakal terjadi terhadap Terminal Lebak Bulus. “Pertanyaan besar saya kenapa kalau kita membangun tidak pernah memperhitungkan kerugian seperti itu. Apalagi MRT proyek triliunan rupiah, jangka panjang tapi kok pelaksanaannya tidak dikerjakan secara matang,” kata Nirwono.
(hat/erd)