"Pencatatan peristiwa nikah itu selain aspek administrasi juga agama, budaya, tradisi, klenik dan kehormatan keluarga. Ada sakralnya juga, karenanya pelayanan pencatatan nikah lebih banyak dilakukan di luar hari kerja dan di luar kantor," kata Suryadharma Ali di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2013).
Menurutnya, pencatatan nikah di luar kantor dan di luar hari kerja itu ada sekitar 90 persen, sehingga yang menikah di kantor KUA hanya sekitar 10 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karenanya supaya tugas berjalan dan pengantin terlayani maka pengantin kadang tak segan-segan memberi ucapan terimakasih. Ucapan terimakasih inilah yang sudah jadi tradisi dan budaya.
"Contoh di kampung saya, mantri sunat saja setelah nyunat dikasih bekakak ayam, dikasih dobel, dikasih pisang setandan dibawa pulang. Begitu juga petugas pencatat nikah, pulang-pulang dikasih oleh-oleh termasuk juga amplop," paparnya.
Suryadharma juga mengatakan yang tidak benar adalah petugas yang memasang tarif, karena tidak ada ketentuan tarif bagi pengurus KUA.
"Harus dipahami pelayanan pencatatan nikah itu daerah yang susah dijangkau, contoh kepulauan Riau, harus pakai speedboat, pemerintah nggak kasih ongkos masa dari gaji dia. Terus kalau daerah pegunungan Sumatera seberang sungai, jadi dari geografis petugas KUA," ucapnya.
Apalagi mereka bertugas di hari lbur dimana PNS libur dia justru bertugas. Jadi tergantung memandangnya, kalau dipandang administrasi maka tak ada soal.
"Tapi apakah ini patut? Tak patut, artinya kita suruh semua orang catat nikah di KUA. Tapi masa kantor KUA yang sempit kecil panas bawa ratusan pihak keluarga yang mau nikah kan ngga patut," lanjut ketum PPP itu.
Akhirnya, sebagai solusi Kemenag sudah mengajukan anggaran khusus untuk pengurus KUA yang bertugas di hari libur.
"Kami sedang ajukan ke Menkeu untuk biayai petugas itu, besarannya kami belum bisa sampaikan," ucapnya.
(bal/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini