Kecelakaan maut antara KRL Commuter Line dengan truk tangki BBM di perlintasan Pondok Betung, Bintaro, Jaksel yang menimbulkan korban jiwa 7 orang dan puluhan orang lainnya terluka pada Senin (9/12) lalu, membuktikan profesi ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Sayangnya, sebagian masyarakat belum menghargai profesi ini.
Tantangan yang dihadapi penjaga palang pintu perlintasan kereta api tidaklah ringan. Pengabdiannya mengawal keselamatan masyarakat tidak sebanding dengan penghargaan yang mereka terima. Tidak jarang cacian ataupun makian dari pengguna jalan lebih banyak diterima ketimbang pujian atau penghargaan. Seperti pengalaman yang dialami Sukarwo, penjaga palang pintu perlintasan di Pondok Betung, Bintaro, lokasi terjadinya kecelakaan maut dua hari lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya, segera masuk kereta di jalur satu, tujuan Pondok Ranji. Bagi pengendara yang ingin melintas, pintu kereta akan kami tutup kembali," begitulah imbauan Sukarwo saat memberi peringatan pakai megafon.
Sukarwo telah lama bertugas menjadi penjaga pintu di perlintasan ini. Enam tahun lebih profesi ini dijalani, Sukarwo lebih sering menerima pengalaman pahit.
Β "Enggak dikerasin mereka (pengendara motor) suka bandel. Dikerasin aja mereka masih ngeyel," kata Sukarwo saat berbincang dengan detikcom di pos penjagaan tempat kerjanya, Rabu (11/12/2013).
"Karena suara saya keras, kadang banyak yang tersinggung. Pernah waktu itu ada polisi yang mau terobos, saya teriakin, akhirnya karena nggak senang dia samperin ke pos. Dia pukulin saya, bilang kalau saya kasar dan sebagainya. Tapi saya diam saja, karena kan memang tugas saya untuk mengingatkan, demi keselamatan juga," tuturnya.
"Itu (dimarahi pemotor) malah sering. Karena tersinggung saya sering diteriakin, didatengin ke pos terus marah-marah. Tapi saya sudah biasa sih," lanjut pria berumur 47 tahun ini.
Sebelum menjadi penjaga palang pintu, Sukarwo selama 15 tahun lebih dulu bekerja sebagai pemeriksa rel. Menurut dia, kedisplinan dan tabiat para pengguna jalan di Jakarta ini memang harus diperbaiki. Masih banyak pengguna jalan yang tidak mengindahkan peraturan lalu lintas dengan menerobos palang pintu perlintasan, meski lampu dan alarm peringatan telah berbunyi.
Menurut Sukarwo, selama sifat pengendara demikian, maka selama itu palang pintu perlintasan kereta api menjadi titik rawan kecelakaan.
"Buat mengatur mereka itu susah. Lihat yang ini deh (sambil menunjuk sebuah mobil Avanza silver yang menerobos palang pintu yang sedang diturunkan) sudah di belakang masih maju. Nanti kalau ada kecelakaan saling menyalahkan," keluhnya.
"Waktu masih menjadi penilik jalan kalau ada apa-apa mandor yang tanggung jawab, tapi tenaga terkuras karena jalan kan. Kalau jadi penjaga palang pintu begini, kalau ada apa-apa tanggungan sendiri (tanggung jawab penjaga pintu)," imbuh Sukarwo.
Perlintasan rel kereta api di Pondok Betung yang bersimpangan dengan Jalan Bintaro Permai memang menjadi jalur alternatif para pengendara kendaraan bermotor. Tak heran, kemacetan di titik ini menjadi pemandangan lazim setiap hari, khususnya saat jam pergi dan pulang kantor.
"Jam-jam kereta sibuk melintas itu pada pagi hari, intervalnya bisa 3 sampai 5 menit. Jadi bagi yang lewat sini harus banyak-banyak sabar, jangan menerobos. Ada yang bilang, penjaganya salah, ada yang bilang nggak ada yang jaga. Akhirnya jadi serba salah kan, sementara sudah diingatkan nggak ada yang dengar," pungkasnya.
(rmd/nwk)