Tak jarang dalam 'pertarungan' tersebut akhirnya terjadi praktik politik uang. Calon pemilih diberi sejumlah uang agar mau memberikan hak suaranya kepada si politisi. Bak gayung bersambut, konstituen pun kini tak lagi memandang ideologi partai maupun si calon anggota legislatif.
“Yang penting adalah uang,” tulis politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pramono Anung dalam bukunya, 'Mahalnya Demokrasi, Memudarnya Ideologi' seperi dikutip detikcom, Rabu (11/12).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masih menurut WW, saat ini masyarakat sudah tau bahwa setiap visi dan misi yang disampaikan seorang politisi saat berkampanye adalah gombal. “Jadi saya ya harus gombal,” kata dia.
Sementara VV, narasumber lainnya mengatakan keterpilihan seorang politisi meraih suara terbanyak juga ditentukan dengan imbalan materi. Selain dalam bentuk uang imbalan juga bisa berupa bantuan fisik untuk kelompok masyarakat tertentu.
Soal harga satu suara, sangat memprihatinkan. VV mengaku tim suksesnya pernah mengajukan dengan sangat murah, bahkan seharga satu liter bensin Pertamax.
"Kami bantu untuk semen dan bikin cor jalan dan sebagainya itu agak lumayan juga. Tapi kalau yang kami pakai untuk rata-rata satu suara Rp 10.000 dan yang deket betul Rp 5.000," kata VV.
Dengan fakta tersebut menurut Pramono seorang calon anggota legislatif paling tidak harus mengeluarkan minimal Rp 200 juta selama masa kampanye. Bahkan ada calon yang harus merogoh koceknya hingga Rp 6 miliar agar bisa mendapat kursi di Senayan.
Krisna Mukti, artis yang maju sebagai calon anggota legislatif mengaku sudah mengeluarkan dana ratusan juta untuk sosialisai. Sebagian besar dana tersebut antara lain digunakan untuk pembuatan atribut dan uang makan tim sukses.
“Tapi (biaya) itu bakal kian tinggi kalau sudah resmi masuk masa kampanye,” kata pesohor yang maju sebagai caleg dari Partai Kebangkitan Bangsa itu kepada detikcom, Senin (9/12) lalu.
(erd/brn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini